Jumat, 06 November 2009

Permintaan Maaf Anggodo Tidak Menghapus Tindak Pidananya

Oleh: Sidik Suhada

Permintaan maaf Anggodo tidak serta merta menghapus tindak pidananya. Ada pepatah, mana ada maling mengaku secara ikhlas. Dalam kehidupan nyata, juga tidak jarang tersangka mengaku setelah digebugi.

Dalam kasus percakapan Anggodo dengan beberapa pihak yang disadap KPK dan dibuka dalam persidangan MK, 3 November 2009, sesungguhnya ada beberapa pasal pidana yang telah dilanggar. Sebut saja antara lain, pencatutan nama RI I oleh Anggodo. Paling tidak hal tersebut membuat perasaan tidak enak pada diri Presiden. Tindak pidana tentang hal itu diatur dalam pasal 335 KUHP.

Berikutnya, Anggodo menyebut beberapa nama dengan nada mengatur, membikin skenario, mendikte, mempengaruhi, dan bahkan bisa dimaknai juga menghasut aparat yang sedang menangani perkara pidana. Tindakan Anggodo tersebut juga merupakan perbuatan pidana. Tidak saja pidana umum yang diatur dalam KUHP, tapi juga pidana khusus terkait dengan perkara korupsi kakak-nya (Anggoro) yang diatur dalam UU No 31/Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Jika semu elemen bangsa, teristimewa primus interpares (aparat penegak hukum) benar-benar mencintai Indonesia sebagai negara hukum, permohonan maaf Anggodo tidak boleh menutup perbuatan pidana yang telah dia lakukan tersebut. Artinya, permohonan maaf Anggodo tidak serta merta menghapus sederet perbuatan pidananya, baik dalam koridor pidana umum mapupun pidana khusus.

Dengan demikian, Anggodo tetap harus diproses secara hukum dengan bukti permulaan yang patut dianggap cukup yaitu, rekaman pembicaraannya seperti yang telah terungkap dalam sidang MK. Guna memenuhi rasa keadilan masyarakat maka tidak ada kata lain: Tangkap dan Proses Anggodo sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Tak Ada Pemain Tunggal
Jika kita jernih mencermati kegigihan Anggodo membantu kakanya (Anggoro) yang dililit perkara korupsi, segera kita bisa menyimpulkan bahwa Anggodo tidak mungkin menjadi pemain tunggal. Posisi Anggodo ibarat tangan di bawah (meminta tolong) agar kakanya lolos dari jerat hukum. Pertanyaan yang menari: dengan siapa saja, dan kepada siapa saja dia minta tolong? Itulah motif awal yang harus dibongkar.

Dalam rekaman pembicaraan Anggodo dengan sejumlah pihak yang diperdengarkan dalam sidang MK, ternyata jawaban atas pertanyaan tersebut di atas cukup banyak. Dia “minta tolong” kepada beberapa oknum pejabat di Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Bahkan juga kepada mantan pejabat tinggi di institusi Kejaksaan Agung.

Memang masih perlu pembuktian, apakah nama-nama pejabat tinggi yang disebut Anggodo dalam percakapan telepon tersebut benar-benar terlibat secara formil maupun matriil. Itulah sebabnya mereka yang disebut namanya perlu diklarifikasi.

Jika ditemukan cukup bukti bahwa mereka terbukti “menolong” maka mereka pun patut dinyatakan sebagai tersangka perkara rencana penyuapan yang direkayasa menjadi pemerasan dengan korban Bibit-Chandra. Perlu juga dilacak apakah gol targetnya pelemahan KPK dengan sasaran antara Bibit-Chandra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar