BISNIS.COM, MALANG—Dewan
Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN Repdem) mengutuk keras aksi
penembakan yang dilakukan oknum aparat kepolisian terhadap jurnalis yang sedang
menjalankan liputan demo rencana penolakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) di
Jambi dan Ternate Maluku Utara (Malut).
Jurnalis Trans 7 Nugroho Anton tertembak pelipis kanannya saat
melakukan peliputan demo mahasiswa menolak rencana kenaikan BBM di Jambi hari
ini, Senin (17/6/2013).
Sementara itu
di Ternate Malut seorang jurnalis bernama Roby Keleray juga terkena
tembakan di paha bagian kiri sewaktu meliput demo penolakan rencana kenaikan
BBM tersebut.
Ketua DPN Repdem
Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada mengatakan pihaknya mendesak agar kasus
penembakan terhadap jurnalis tersebut segera diusut tuntas.
“Kami mengutuk
keras tindakan brutal tersebut. Selain itu pemerintah juga harus segera
membatalkan rencana kenaikan BBM tersebut,” kata Sidik dalam pernyataan
resminya yang dikirim ke Bisnis hari
ini, Senin (17/6/2013).
Aksi kekerasan
terhadap jurnalis tersebut menunjukkan jika pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) telah kehilangan akal sehatnya dan harus segera
dihentikan.
Tidak ada orang
atau kelompok termasuk pemerintah atau polisi sebagai alat represif
negara yang dibenarkan menghalang-halangi jurnalis yang sedang menjalankan
tugasnya.
“Apalagi
melumpuhkan wartawan dengan peluru tajam. Jurnalis yang sedang melakukan
tugasnya dilindungi Undang-Undang (UU) No.40/1999 tentang Pers,” jelas
dia.
Sesuai dengan UU
tersebut tidak ada yang boleh menghalang-halangi tugas jurnalis. Kekerasan
terhadap jurnalis jelas bertentangan dengan UU Pers. Dan aparat kepolisian
seharusnya mengetahui tentang hal itu.
Secara tegas UU
No.40/1999 tentang Pers secara tegas mengatur dalam pasal 4 ayat 2 dan 3 yang
menyebutkan bahwa pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyerbarluaskan gagasan dan informasi.
“Dalam
menjalankan tugas wartawan atau pers dilindungi UU. Jadi penembakan terhadap
jurnalis merupakan bentuk atau upaya untuk menghambat atau menghalang-halangi
tugas jurnalis,” ujarnya.
Editor : Sutarno