Rabu, 17 April 2013

Lahan Pertanian Menyusut, Kota Malang Kekurangan Beras


MALANG, KOMPAS.com - Lahan pertanian di Kota Malang, Jawa Timur, telah menyusut akibat menjamurnya pembangunan fisik seperti perumahan. Kini luas lahan pertanian di Kota Malang tinggal 1.282 hektare. Kondisi itu menyebabkan menurunnya hasil produksi beras sehingga Kota Malang kini kekurangan beras.

Menyusutnya lahan pertanian itu harus segera diantisipasi, agar bisa mencukupi kebutuhan rakyantanya yang berjumlah kurang lebih 890 ribu orang. Hal itu dikatakan Wali Kota Malang Peni Suparto pada acara Gerakan Diversifikasi Pangan, di Malang, Kamis (11/4/2013). "Antisipasinya, harus melakukan diversifikasi pangan untuk mengubah mindset masyarakat," jelas Peni.

Makanan pokok, jelas Peni, tak hanya nasi. Singkong dan jagung juga bisa menjadi makanan pokok. "Swasembada pangan harus dilakukan agar Kota Malang tidak bergantung ke beras yang harus dibeli dari daerah luar Kota Malang," katanya.

Menurut Peni, lahan pertanian di Kota Malang semakin menyusut. Ancaman yang telah terjadi kekurangan beras. "Saat ini Kota Malang sudah kekurangan beras. Kebutuhan beras Kota Malang mencapai 167.000 ton per tahun. Sementara, produksi beras hanya 73.000 ton dengan lahan seluas 1.282 hektar. Jadi, Kota Malang membutuhkan tambahan 94.000 ton beras, yang harus dibeli dari luar Kota Malang," katanya.

Diversifikasi pangan di Kota Malang bisa dilakukan dengan cara mengubah konsep dasar pemikiran masyarakat untuk mengurangi konsumsi beras. Sebab masih ada bahan makanan pengganti beras yang tidak kalah kandungan gizi dan karbohidratnya.

"Kita akan menggalakkan dan memperkenalkan konsumsi beras cerdas. Beras cerdas itu bahan bakunya dari tepung singkong yang gizinya tak kalah dengan nasi," beber Peni.

Pada 2013, Pemerintah Kota Malang akan mencoba mulai memproduksi dan memperkenalkan beras cerdas yang diproduksi produsen asal Blitar dan bekerja sama dengan Universitas Jember.

Dalam kesempatan yang sama, produsen beras cerdas asal Blitar, Hendro Wahyudi, mengungkapkan, Kota Malang merupakan salah satu target wilayah pemasaran beras cerdas pada 2013. "Kami harap beras cerdas bisa memantu program diversifikasi pangan yang digalakkan oleh pemerintah," katanya.

Beras cerdas jelas Hendro, baru diproduksi dan dikembangkan di awal 2013. Saat ini sudah dipromosikan di sejumlah daerah di Jawa Timur. "Beras cerdas ini, harganya sama dengan beras biasa, namun manfaat gizinya lebih banyak karena tidak mengandung kolesterol," kata Hendro.

Dari data yang dimiliki Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-Repdem), lahan pertanian di Kota Malang terus menyusut.

Menurut Ketua DPN Repdem Bidang Penggalangan Tani, Sidik Suhada, alih fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kota Malang sudah sangat memprihatinkan. Padahal pada 2007 luas lahan pertanian di Kota Malang masih sebesar 1.550 hektare atau terus menyusut menjadi 1.400 hektare pada 2009, dan 2012 tinggal 1.300 hektare.

"Penyusutan lahan pertanian ini cukup membahayakan dan harus segera diantisipasi," harapnya.

Editor :
Kistyarini

Kamis, 11 April 2013 | 14:44 WIB

Rencana Kenaikan Harga BBM: Rekayasa Birokrasi Rente dan Mafia Perdagangan


KETUA Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-Repdem) Bidang Penggalangan Tani, Sidik Suhada menegaskan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sama sekali tidak ada kaitannya dengan subsidi. Tapi 100% disebabkan gagalnya pemerintah menasionalisasi sumber minyak dan penguasaan teknologi perminyakan

"Juga kegagalan pemerintah dalam membersihakan praktik-praktik mafia perdangan yang sudah berkolaborasi dengan para birokrasi rente," tandas Sidik Suhada, dalam rilis berita yang dikirim ke Infokom PDI Perjuangan Jawa Timur, semalam.

Sidik menyebut, rencana menaikkan harga BBM itu akan berdampak negatif bagi rakyat. Tak terkecuali bagi kaum tani di pedesaan, yang jika harga BBM naik, kehidupannya akan semakin menderita. 

Sebab, kata dia, kenaikan harga BBM secara otomatis membawa dampak pada kenaikan harga kebutuhan produksi pertanian seperti pupuk, bibit, dan obat-obatan pertanian. Namun hasil produksi pertanian akan jatuh karena pemerintah selama ini tidak memiliki kebijakan melindungi produksi pertanian petani dalam negeri. 

"Seperti kebijakan impor bahan pangan dan hortikultura yang selama ini dilakukan pemerintah, telah menghancurkan harga-harha hasil produksi pertanian lokal," sebutnya. 

Selain itu, tambahnya, kenaikan harga BBM secara otomatis juga akan membawa dampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang akhirnya membuat masyarakat menjadi semakin menderita. 

Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, lanjut Sidik, ini menunjukkan pemerintah telah gagal melindungi hak-hak masyarakat. Pemerintah mengatakan bahwa kenaikan harga BBM itu sebagai akhibat akan dicabutnya subsidi BBM. Alasan pembenar pemerintah, subsidi mengakibatkan pembengkakan APBN. 

Namun, disisi lain, pemerintah tidak pernah transparan dan secara jujur terbuka memaparkan berapa sesungguhnya total biaya produksi per liter BBM. Jika pemerintah jujur dan terbuka, imbuh Sidik, rakyat akan tahu apa benar ada subsidi BBM atau tidak. 

"Sebab, layak diduga kuat, sebenarnya selama ini tidak ada subsisi BBM yang diberikan pemerintah untuk rakyat. Buktinya, harga BBM selama ini sudah sangat tinggi," ujarnya.

Dia mengutip pernyataan mantan menteri di era Presiden Megawati Soekarnoputri, Kwik Kian Gie pernah memaparkan bahwa biaya produksi BBM jenis premium tidak lebih dari Rp 500,-/liter. Jika pemaparan Kwik Kian Gie itu benar, terang Sidik, maka dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya subsidi BBM selama ini tidak ada. Karena harga premium saja sudah Rp.4.500/liter. Padahal biaya produksi hanya Rp.500/liter. 

Pemaparan Kwik Kian Gie itu, ucap Sidik, juga semakin membenarkan bahwa pemerintah Presiden SBY selama ini hanya ingin mengeruk untung besar dari rakyatnya sendiri. Rakyat yang seharusnya dilindungi hak-haknya sebagai warga negara, oleh pemerintah SBY hanya dijadikan pasar untuk mengeruk keuntungan. "Inilah rezim birokasi rente yang hanya berpikir mengeruk keuntungan tanpa memperhatikan derita rakyat," tegasnya. 

Paparan Kwik Kian Gie yang diperkuat data dan fakta menunjukkan bahwa di negara lain seperti Venezuela harga BBM hanya dijual Rp 585/liter, Nigeria BBM dijual Rp 1.170/liter. Iran BBM dijual Rp 1.287/liter. Saudi Arabia BBM dijual Rp 1.404/liter. Mesir BBM dijual Rp 2.300/liter. Sementara di Indonesia, BBM jenis Premium sudah dijual Rp 4.500/liter. "Padahal katanya selama ini BBM disubsidi," kata Sidik. 

Dia lantas memaparkan penyebab BBM di Indonesia sangat mahal, meski sebagai negara penghasil minyak. 

Pertama, 70% sumber migas di Indonesia dikuasai oleh negara asing, seperti, Total, Conoco, Chevron, Exxonmobil, Total dan British Petrolium. 

Kedua, Indonesia tidak mengelola pemurnian minyak, tetapi menjual minyak mentah dan membeli kembali minyak jadi dengan harga jauh lebih mahal. 

Ketiga, tidak adanya pemisahan yang jelas dan tegas antara kepentingan bisnis dan pejabat pemerintah. Banyak pejabat yang ada dalam birokrasi pemerintah merangkap menjadi pengusaha. Bahkan tak sedikit jumlahnya pejabat merangkap profesinya sebagai makelar. Sehingga seringkali, kebijakan yang dibuat hanya melayani kepentingan bisnis dan usahanya. Bukan untuk melayani kepentingan rakyat. 

Keempat, praktik-praktik birokrasi rente ini jugalah yang melahirkan banyaknya praktik korupsi. Sehingga dana-dana subsidi yang seharusnya diberikan pada rakyat, banyak yang dikorup. Akhirnya rakyat yang dikorbankan. 

Kelima, kolaborasi birokasi rente dan mafia perdanganan minyak, kerap kali merekayasa dan memainkan harga BBM untuk memperbesar keuntungan para mafia yang berkolaborasi dengan birokrasi rente itu. (pri) 

REPDEM pertanyakan subsidi BBM ada atau tidak selama ini


LENSAINDONESIA.COM: Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-REPDEM) Bidang Penggalangan Tani menegaskan, rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan berdampak negatif bagi rakyat. Sebenarnya, subsidi BBM selama ini ada atau sebaliknya?

Kenaikan harga BBM secara otomatis pasti akan membawa dampak pada kenaikan harga kebutuhan produksi pertanian seperti, pupuk, bibit, obat-obatan pertanian dan lainnya.

 “Kalau biaya produksi petani naik, namun hasil produksi pertanian akan jatuh karena pemerintah selama ini tidak memiliki kebijakan untuk melindungi produksi pertanian petani dalam negeri,” ujar Sidik Suhada, Ketua DPN REPDEM Bidang Penggalangan Tani, kepada LICOM, Rabu (17/40/2013).

Seperti kebijakan impor bahan pangan dan hortikultura yang selama ini dilakukan pemerintah, telah menghancurkan harga-harga hasil produksi pertanian lokal.

Selain itu, Sidik menjelaskan kenaikan harga BBM secara otomatis juga akan membawa dampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang akhirnya membuat masyarakat menjadi semakin menderita.

Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM, ini menunjukan pemerintah telah gagal melindungi hak-hak masyarakat. Pemerintah mengatakan bahwa kenaikan harga BBM itu sebagai akibat akan dicabutnya subsidi BBM. Alasan pembenar pemerintah, subsidi mengakibatkan pembengkakan APBN.

Namun, disisi lain, pemerintah tidak pernah transparan dan secara jujur terbuka untuk memaparkan berapa sesungguhnya total biaya produksi per liter BBM.

“Kalau pemerintah jujur dan terbuka untuk memaparkan pada rakyat, rakyat akan tahu apa benar ada subsidi BBM atau tidak. Sebab, layak diduga kuat, sebenarnya selama ini tidak ada subsidi BBM yang diberikan oleh pemerintah untuk rakyat. Buktinya, harga BBM selama ini sudah sangat tinggi,” tegasnya.

Diketahui, rencana dua skema kenaikan BBM. Pertama seluruh BBM dinaikkan Rp 6.500. Kedua hanya BBM bagi mobil pelat hitam yang naik. Sementara untuk kendaraan umum dan motor, harga premium tetap Rp 4.500. @aguslensa


Kenaikan BBM Picu Kenaikan Harga Kebutuhan Pertanian


Oleh: MOHAMMAD SOFII - 16 April 2013 | 6:09 pm


MALANG – Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) akan berdampak negatif bagi rakyat utamanya kaum tani yang tinggal di pedesaan.

Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN Repdem) Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada mengatakan jika harga BBM dinaikkan bisa dipastikan petani akan semakin menderita.

Sebab kenaikan BBM tersebut secara otomatis akan membawa dampak pada kenaikan harga kebutuhan produksi pertanian seperti pupuk, bibit, obat-obatan, dan kebutuhan pertanian lainnya.

“Biaya produksi pertanian secara otomatis juga akan ikut naik. Sementara hasil produksi pertanian akan jatuh karena pemerintah selama ini tidak memiliki kebijakan untuk melindungi produksi pertanian dalam negeri,” kata Sidik dalam pernyataan tertulisnya ke Bisnis, Selasa (16/4/2013).

Kebijakan tersebut antara lain kebijakan impor bahan pangan dan holtikultura yang selama ini dilakukan pemerintah telah menghancurkan harga-harga hasil produksi pertanian lokal.

Selain itu kenaikan harga BBM secara otomatis juga akan membawa dampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang akhirnya membuat masyarakat menjadi semakin menderita.

“Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM ini menunjukkan pemerintah telah gagal melindungi hak-hak masyarakat,” jelas dia.

Pemerintah mengatakan bahwa kenaikan harga BBM itu sebagai akibat akan dicabutnya subsidi BBM. Alasan pembenar pemerintah subsidi mengakibatkan pembengkakan pada APBN.

Namun disisi lain pemerintah tidak pernah transparan dan secara jujur terbuka untuk memaparkan berapa sesungguhnya total biaya produksi per liter BBM.

“Jika pemerintah jujur dan terbuka untuk memaparkan pada rakyat, maka rakyat akan tahu apa benar ada subsidi BBM atau tidak. Sebab layak diduga kuat sebenarnya selama ini tidak ada subsidi BBM yang diberikan pemerintah untuk rakyat,” paparnya.

Buktinya harga BBM selama ini sudah cukup tinggi. Kondisi ini semakin membenarkan jika pemerintah selama ini hanya ingin mengeruk untung besar dari rakyatnya sendiri. Di negara lain seperti Venezuela  misalnya harga BBM hanya dijual Rp585/liter, Nigeria BBM dijual Rp1.170/liter, dan Iran BBM dijual Rp1.287/liter. (snd)


Rabu, 03 April 2013

Mafia Perdagangan Gerogoti Pemerintah



JAKARTA- Ketua Bidang Penggalangan Tani Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-REPDEM), Sidik Suhada menilai, kenaikan harga cabe, bukan karena cuaca, tetapi akibat ketidakmampuan pemerintah dalam membuat kebijakan yang pro terhadap petani.

“Baru saja harga bawang turun meski belum normal, kini giliran cabai merah berangsur-angsur merangkak naik,” katanya kemarin. 

Menurut Sidik, meski kenaikanya belum segila harga bawang putih beberapa pekan lalu, namun rata-rata harga cabai di pasaran terus merangkak naik antara Rp 3.000 hingga Rp 4.000 setiap harinya. Bahkan di beberapa daerah, harga cabe sudah naik hingga 100 persen. 

Beberapa hari lalu, harga cabai masih Rp 20.000 per kilogram, kemarin sudah mencapai Rp 40.000 per kilogramnya. Saat ini cabe rawit dijual seharga Rp 40.000 sampai Rp 55.000 per kilogram. Sedang harga cabe hijau masih stabil dikisaran harga Rp 16.000 per kilogram. Selain cabe, harga tomat juga naik dari Rp 5.000 menjadi Rp 9.000 tiap kilogramnya di pasaran.

“Ya kalau kita lihat fluktuasi harga bahan pangan dan hortikultura yang tidak setabil ini, tentu sangat mengkawatirkan. Ini juga sekaligus menunjukan ketidak mampuan pemerintah dalam mengatur stabilitas harga bahan pangan dalam negeri,” ujarnya.

Menurut dia,  kerapkali ketika harga cabe atau bahan-bahan pangan di pasaran, pemerintah hanya bisa menyalahkan cuaca. Lebih parahnya lagi, pemerintah juga sering hanya menyalahkan petani. Namun, tidak mengotokritik kebijakan yang telah dibuatnya.

“Cuaca memang dapat mempengaruhi produktifitas hasil pertanian. Namun, jika pemerintah cerdas tentu bisa mengantisipasinya. Selama ini petani seperti hidup di sebuah negara yg tanpa pemimpin dan tanpa pemerintah,” tegas Sidik.

Akibatnya, cara produksi pertanian yg dilakukan oleh petani masih tradisional. “Seharusnya pemerintah punya kebijakan yang dapat mendorong modernitas produksi pertanian kita,” tambahnya. 

Sidik mengurai, penyuluhan dan pelatihan-pelatihan terhadap petani harus digencarkan. Balai-balai penelitian pertanian, balai penyuluhan, green house, dan berbagai infrastruktur pendukung seperti irigrasi dan lain-lain diutamakan.

“Ini dilakukan agar para petani tidak lagi bergantung pada persoalan cuaca. Sistem distribusi hasil produksi pertanian juga harus diperhatikan secara serius.Jadi selama ini, pemerintah seperti tidak berdaya dalam menghadapi mafia perdagangan. Sehingga stabilitas harga kebutuhan pangan menjadi sangat mudah diguncang dan dimainkan oleh para mafia perdagangan yang berkolaborasi dengan para birokasi rente,” pungkasnya. (li/mar)

Sumber: http://www.malang-post.com/nasional/64115-mafia-perdagangan-gerogoti-pemerintah-

HARGA BAHAN PANGAN: Pemerintah Sulit Stabilkan Harga


MALANG — Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN Repdem) menilai pemerintah sulit menstabilkan kebutuhan bahan pangan karena menyerahkan penentuan harga pada mekanisme pasar.

Harga kebutuhan bangan pangan seperti bawang dan cabai masih tinggi. Sementara kenaikan tersebut tidak serta merta menguntungkan petani di dalam negeri. Kondisi ini menunjukkan jika pemerintah gagal melindungi petani.

Ketua DPN Repdem Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada mengatakan akibat penentuan harga diserahkan kepada mekanisme pasar para importir maupun spekulan menjadi sangat leluasa untuk mendikte harga-harga di pasaran.

“Hal itu terjadi sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang tidak pernah berpihak kepada petani,” kata Sidik dalam pertanyaan tertulisnya ke Bisnis,Minggu (31/3/2013).

Pemerintah ujar dia juga sangat mudah memberi peluang impor dalam mengatasi kurangnya bahan pangan sehingga mengakibatkan spekulan dan importir melakukan berbagai cara untuk mendapatkan untung besar.

Termasuk memonopoli pasar dan harga agar bisa ditentukan kapan saja. Jumlah penduduk Indonesia yang besar tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi para pedagang dan importir untuk menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang sangat menguntungkan.

“Karena itu para mafia pasar perdagangan berusaha mempengaruhi dan bekerjasama dengan elit birokrasi rente untuk mengatur segala kebijakan yang menguntungkan pasar,” jelas dia.

Hasil kolaborasi jahat para mafia perdagangan dan birokrasi rente dinilai Repdem membuat kebijakan yang dibuat pemerintah lebih mengutamakan impor bahan pangan daripada membuat kebijakan yang dapat mendorong kedaulatan pangan nasional yang berbasis pada petani lokal.

Akibatnya hampir semua produk unggulan holtikultura yang seharusnya bisa diproduksi sendiri oleh petani dikuasai oleh para mafia perdagangan dan importir bangan pangan.

“Karena itu semua stabilitas harga semua bahan pangan menjadi sangat mudah digoncang dan dimainkan oleh para mafia perdagangan,” ujarnya.

Karena pemerintah telah menyerahkan sepenuhnya harga kebutuhan pangan kepada mekanisme pasar. Undang-Undang (UU) No.13/2010 tentang hortikultura sesungguhnya tela mengamanatkan segala sumber daya alam yang ada dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Untuk itu Repdem mendesak pemerintah untuk lebih mengutamakan kepada petani lokal. Selain itu pemerintah juga harus membentuk lembaga yang bersifat khusus untuk menghidupkan kembali kedaulatan pangan nasional sesuai UU No.18/2012 tentang Pangan.

“Lebih dari itu agar harga bahan pangan tidak mudah tergoncang yang dimainkan oleh para mafia perdagangan,” tegas dia. (snd)