Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan
Perjuangan Demokrasi Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada mengatakan tanpa
pembaruan agraria Indonesia akan selalu bergantung pada bahan pangan dari
negara lain. Menurutnya, total pangan yang diimpor Indonesia sepanjang 2012
mencapai Rp81,5 triliun.
“Dari jumlah tersebut para perusahaan
kartel importir pangan mengambil 30% keuntungan per tahun atau sekitar Rp11,3
triliun,” kata Sidik dalam keterangan tertulisnya kepada Bisnis, Minggu
(17/2/2013).
Berdasarkan data yang diperoleh DPN Relawan
Perjuangan Demokrasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa komoditas pangan
yang selalu diimpor Indonesia adalah beras, jagung, kedelai, biji gandum,
tepung terigu, gula pasir, daging sapi dan ayam, garam, singkong, kentang, dll.
Beras misalnya nilai impornya mencapai 1,8
juta ton dengan nilai US$ 945,6 juta. Negara terbesar yang memasok beras ke
tanah air adalah Vietnam sebanyak 1,1 juta ton senilai US$ 564,9 juta dan
Thailand sebanyak 315.400 ton senilai US$ 186,2 juta. Sisanya berasal dari
India, Pakistan, dan China.
Sedangkan jumlah impor daging sapi mencapai
40.338 ton atau turun dari 2011 sebanyak 102.850 ton. Negara pengimpor terbesar
adalah Australia dengan volume 29.400 ton senilai US$ 113,8 juta.
Sementara untuk daging ayam volume impornya
mencapai 6.797 kg senilai US$ 34.800 berasal dari Malaysia dengan total impor
6.461 kg senilai US$ 29.200 serta Belgia sebanyak 336 kg senilai US$ 5.593.
“Dan ironisnya untuk garam meskipun
Indonesia memiliki pulau garam namun mengimpor garam sebanyak 2,2 juta ton
senilai US$ 108 juta berasal dari Australia, India, Selandia Baru, Jerman, dan
China,” jelas dia.
Ketergantungan pangan dari negara-negara
lain tersebut menunjukkan bahwa Indonesia gagal mendorong kedaulatan nasional
di bidang pangan. Padahal sejak awal Indonesia berdiri para pendiri bangsa
sudah mengingatkan bahwa pangan adalah soal hidup matinya suatu bangsa.
Artinya hidup matinya sebuah bangsa sangat
ditentukan oleh persoalan pangan. Karena itu agar Indonesia sebagai negara
agraria tidak tergantung pada bahan pangan impor, pemerintah harus segera
melaksanakan reforma agraria.
“Tanpa melaksanakan reforma agraria
mustahil sebagai sebuah negara merdeka Indonesia bisa membangun kedaulatan
pangan sendiri. Sebab hanya dengan jalan reforma agraria para petani akan mudah
mengakses tanah dan mengelola tanah sebagai sumber pangan dan kehidupan,”
tambahnya.
Dengan reforma agraria petani akan punya
tanah dan dapat mengelola tanah, ketersediaan pangan nasional akan tercipta
secara mandiri, bangsa dan negara akan maju karena ketersediaan pangan
tercukupi. (snd)