Selasa, 05 Maret 2013

Human Trafficking di Jatim Mencapai 625 Kasus


MALANG-Kasus human trafficking atau perdagangan manusia di Jawa Timur tinggi, salah satu penyebabnya adalah tidak dijalankannya reforma agraria.

Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-Repdem) Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada mengatakan kasustrafficking di Jawa Timur berdasarkan data dari Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur selama 2012 mencapai 625 kasus atau meningkat tajam dari 2011 yang hanya 16 kasus.

“Itu artinya jika dihitung rata-rata setiap hari ada 2 kasus trafficking terjadi di Jawa Timur,” ujarnya dalam keterangan resminya yang diterima Bisnis, Kamis (28/2/2013).

Angka tersebut sangat disayangkan oleh DPN Repdem mengingat kasus trafficking tidak perlu terjadi seandainya reforma agrarian mampu dijalankan dengan baik.

Banyaknya kasus tersebut mengindikasikan kalau pemerintah gagal menjalankan program reforma agrarian sebagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan.

“Karena pada umumnya kasus trafficking terjadi di daerah yang menjadi kantong-kantong kemiskinan,” jelas dia.

Para pelaku trafficking biasanya beroperasi di desa-desa, mencari korban dengan memberikan iming-iming  kerja enak dan bergaji besar pada calon korbannya.

Korbannya rata-rata kaum perempuan yang akan dijual ke tempat-tempat hiburan malam atau dijadikan pekerja seks komersial (PSK). Tingginya angka kemiskinan itu terlihat nyata pada data BPS dimana pada September 2012 jumlah rakyat miskin masih mencapai 13,08%.

“Sama dengan korupsi. Kasus trafficking adalah kejahatan manusia yang keji. Karena itu kejahatan manusia itu harus diberantas,” ujarnya.

Caranya pemerintah harus segera mengentaskan kemiskinan rakyat melalui reforma agraria. Karena pada umumnya korban trafficking ada di desa maka pemerintah kalau ingin mengentas kemiskinan rakyat di desa tidak ada cara lain selain segera melaksanakan pembaharuan agrarian.

Dengan begitu maka gairah hidup pertanian akan kembali bangkit. Kalau masyarakat desa sejahtera maka mereka tidak akan mudah tergiur oleh iming-iming hidup sejahtera dengan meninggalkan desanya.

“Tidak perlu menjadi kaum urban atau tenaga kerja wanita (TKW) ke luar negeri,” tuturnya. (gia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar