MALANG-Kasus human trafficking atau perdagangan manusia di Jawa Timur
tinggi, salah satu penyebabnya adalah tidak dijalankannya reforma agraria.
Ketua Dewan
Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-Repdem) Bidang Penggalangan
Tani Sidik Suhada mengatakan kasustrafficking di Jawa Timur berdasarkan data dari
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur selama 2012 mencapai 625 kasus atau
meningkat tajam dari 2011 yang hanya 16 kasus.
“Itu artinya
jika dihitung rata-rata setiap hari ada 2 kasus trafficking terjadi di Jawa
Timur,” ujarnya dalam keterangan resminya yang diterima Bisnis, Kamis
(28/2/2013).
Angka tersebut sangat disayangkan oleh DPN
Repdem mengingat kasus trafficking tidak perlu terjadi seandainya reforma
agrarian mampu dijalankan dengan baik.
Banyaknya kasus tersebut mengindikasikan
kalau pemerintah gagal menjalankan program reforma agrarian sebagai upaya untuk
mengentaskan kemiskinan.
“Karena pada umumnya kasus trafficking
terjadi di daerah yang menjadi kantong-kantong kemiskinan,” jelas dia.
Para pelaku trafficking biasanya beroperasi di desa-desa,
mencari korban dengan memberikan iming-iming kerja enak dan bergaji besar
pada calon korbannya.
Korbannya rata-rata kaum perempuan yang
akan dijual ke tempat-tempat hiburan malam atau dijadikan pekerja seks
komersial (PSK). Tingginya angka kemiskinan itu terlihat nyata pada data BPS
dimana pada September 2012 jumlah rakyat miskin masih mencapai 13,08%.
“Sama dengan korupsi. Kasus trafficking
adalah kejahatan manusia yang keji. Karena itu kejahatan manusia itu harus
diberantas,” ujarnya.
Caranya pemerintah harus segera
mengentaskan kemiskinan rakyat melalui reforma agraria. Karena pada umumnya
korban trafficking ada di desa maka pemerintah kalau ingin mengentas kemiskinan
rakyat di desa tidak ada cara lain selain segera melaksanakan pembaharuan
agrarian.
Dengan begitu maka gairah hidup pertanian
akan kembali bangkit. Kalau masyarakat desa sejahtera maka mereka tidak akan
mudah tergiur oleh iming-iming hidup sejahtera dengan meninggalkan desanya.
“Tidak perlu menjadi kaum urban atau tenaga
kerja wanita (TKW) ke luar negeri,” tuturnya. (gia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar