Rabu, 20 Maret 2013

9.800 Ton Bawang Nyantol di Pelabuhan



SURABAYA– Pantas saja harga bawang putih impor di Jawa Timur (Jatim) menembus Rp100.000 per kilogram. Sebanyak 9.800 ton bawang putih impor nyantol di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, karena terkendala izin. 

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim Budi Setiawan mengakui, ada bawang putih yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak. Jumlahnya sekitar 392 kontainer, setiap 20 kontainer berisi 500 ton bawang putih. Jika ditotal, jumlahnya sekitar 9800 ton bawang putih. 

”Bawang putih itu ditahan karena tidak dilengkapi rekomendasi impor produk hortikutura (RIPH) dari Kementerian Pertanian dan surat persetujuan impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan. Surat izin dari importir itu ada yang masih dalam proses dan ada yang mati,” kata Budi, kemarin. Kelangkaan bawang putih mengakibatkan harganya melambung di pasaran. Harga bawang putih impor di Pasar Candipuro, Lumajang, misalnya tembus Rp100.000 per kilogram. Sementara, harga bawang putih di berbagai daerah lainnya bervariasi antara Rp80.000 hingga Rp95.000. 

Di Bangkalan, harga bawang putih naik Rp5.000 setiap harinya. “Masak harga bawang lebih mahal dari harga daster ibu-ibu. Ini kan menjadi masalah yang harus diselesaikan,” kata anggota Komisi D DPRD Bangkalan Sofiullah Syarif. Kelangkaan stok bawang putih impor membawa berkah sendiri bagi petani bawang putih lokal di wilayah Kota Batu. Harga bawang lokal ikut-ikutan naik. Namun sayang, masyarakat cenderung memilih bawang impor untuk kebutuhan memasaknya. 

Karena ukuran bawangnya lebih besar dan warna kulitnya lebih cerah. Padahal, soal rasanya lebih enak dan lebih sengir bawang lokal. Karena konsumen lebih suka bawang impor, akhirnya penjualan bawang lokal lambat. “Untuk sementara ini kami hanya menjual bawang lokal yang ditanam petani Desa Sumber Brantas. Untuk bawang impor, hampir seminggu ini stoknya habis di Pasar Batu,” ujar Hj Sujiati. 

Selain itu, para pengusaha restoran di Surabaya cenderung menghilangkan menu masakan China. Langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan bawang putih. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur M Sholeh mengatakan, per Maret ini pihaknya telah menaikkan semua komponen yang ada dalam hotel, mulai dari harga makanan di restoran di dalam hotel hingga harga sewa kamar. Rata-rata kenaikannya mulai dari 5 hingga 10%. 


“Kenaikan ini bukan hanya dikarenakan kenaikan harga bawang saja, tapi juga tarif listrik yang naik, kemudian upah minimum kota (UMK) naik, serta harga gas untuk industri yang juga naik,” katanya. General Manager Hotel Bisanta Bidakara ini menambahkan, yang saat ini dilakukan oleh pengelola hotel adalah dengan cara menghilangkan menu-menu berbahan dasar bawang putih, seperti masakan China. Selanjutnya, hotel akan banyak menyajikan menu-menu Indonesia dan Eropa. Menu di belahan benua berbeda ini jarang menggunakan bawang putih sebagai bahan makanan. 

”Memang sulit untuk menghindari penggunaan bawang putih dalam setiap menu masakan. Sebab, hampir semua menu menggunakan bawang putih sebagai salah satu bahan. Tapi, karena sekarang harganya lagi naik, kami hindari penggunaan bawang putih,” tandas Sholeh. Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf menegaskan, tertahannya bawang di pelabuhan tersebut merupakan persoalan sulit karena yang paling dirugikan masyarakat. Terlebih, kenaikan harga bawang putih juga memacu kenaikan beberapa bahan masakan lainnya, seperti bawang merah, cabai, dan lainnya. 

”Bawang itu tidak bisa keluar karena importirnya tidak bisa melengkapi surat. Ini sangat sulit ketika tidak dikeluarkan harga naik, tapi kalau dikeluarkan melanggar ketentuan,” katanya. Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Perak - Surabaya Ircham Habib mengatakan, komoditas hortikultura tersebut tertahan lantaran importir belum mengurus surat kepabeanan. 

“Saat ini, terdapat 660 kontainer reefer baik buah maupun barang lainnya masih berada di TPS karena belum diurus oleh importir,” katanya. Dari Bojonegoro, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, impor bawang putih saat ini diperlukan untuk mengatasi kekurangan di pasaran. Dengan persediaan bawang putih yang mencukupi, diharapkan dapat menurunkan harga bawang putih di pasaran. 

“Saat ini impor bawang putih diperlukan untuk mencukupi kebutuhan di pasaran,” ujar Soekarwo atau biasa disapa Pakde Karwo di Bojonegoro, kemarin.


Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-REPDEM) Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada menilai, terjadinya sentimen pasar yang mengakibatkan harga bawang membumbung tinggi adalah bentuk gagalnya kebijakan kementerian dalam membangkitkan gairah pertanian. 

“Sebagai negara agraris yang alamnya melimpah ruah tentu aneh jika bawang saja masih impor. Akibatnya terjadi kelangkaan seperti ini. Presiden sudah seyogyanya melakukan evaluasi kinerja menteri pertanian,” ujarnya. 

Kementan dan Kemendag Investigasi Tata Niaga Bawang 


Ketua Gabungan Pengusaha dan Importir Hasil Bumi Bob Budiman mengatakan, selama ini penentu kebijakan masih ada di dua kementerian, yakni Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kementan masih memegang kendali penuh lantaran penentuan jumlah kuota ada di kementerian ini. Sementara Kemendag hanya mengeluarkan izin terdaftar. 

Dia juga menilai, selama ini sistem lelang impor yang diberlakukan pemerintah tidak memiliki konsep jelas.”Setiap tender pemenangnya selalu pemodal besar,” tegasnya. Merespons gejolak harga tersebut, pemerintah akan menertibkan tata niaga komoditas pangan untuk menghindari terjadinya penyimpangan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, saat ini komoditas pangan yang diserahkan pada mekanisme pasar belum memenuhi unsur keadilan bagi masyarakat. 

Kepada menteri pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS) Presiden meminta agar kementerianinibisamenghitungsuplai dan demand, serta semua yang menyangkut produksi dan konsumsikomoditaspangan. Halitu agar tidak terjadi kekeliruan dalam pengambilan kebijakan. ”Demikian juga persoalan bawang, berapa banyak yang kami produksi dan berapa kebutuhan kami. Kami menginginkan transparansi dan perhitungan yang tepat dari semua pihak,” ujar Presiden SBY dalam keterangan persnya di kantor Kepresidenan, Jakarta, kemarin. 

Pernyataan presiden disampaikan setelah menerima anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) yang dipimpin Chairul Tanjung. Pertemuan yang berlangsung selama hampir satu jam itu, menurut presiden, membahas isu perekonomian terkini termasuk tentang pergerakan harga sejumlah komoditas pangan yang terus naik beberapa pekan terakhir. Kenaikan harga terutama terjadi pada daging sapi dan bawang putih di sejumlah daerah. 

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa meminta Kementan dan Kemendag memperbaiki sejumlah kebijakan terkait tata niaga produk hortikultura termasuk bawang sehingga tidak menimbulkan gejolak harga. Dia menilai pembatasan impor bawang putih sejauh ini kurang tepat karena produksi dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan nasional. 

”Pasokan ke pasar segera dipenuhi,” ujarnya. Menurut Hatta, kebijakan untuk mengendalikan impor tidak salah, tapi harus memperhatikan kondisi sehingga tidak terjadi distorsi di pasar. Kementan dan Kemendag akan melakukan investigasi terkait kelangkaan pasokan bawang putih yang menyebabkan lonjakan harga. Menteri Pertanian Suswono mengatakan, investigasi akan dilakukan untuk mengetahui apakah lonjakan harga bawang putih disebabkan importir menahan pasokan atau akibat faktor lain. 


Investigasi itu memungkinkan pemerintah mendapatkan informasi akurat, sehingga dapat memastikan pasokan yang aman dan menekan harga. ”Kalau diperlukan kami akan panggil semua importir dan lakukan audit,” katanya.

ichsan amin/rarasati syarief/lutfi yuhandi/ lutfi yuhandi/ muhammad roqib/lukman hakim/solichan arief/ p juliatmoko 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar