Selasa, 05 Maret 2013

Lahan Pertanian di Malang Menyusut 1.300 Hektare


MALANG-Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-Repdem) mendesak agar alih fungsi lahan pertanian di Kota Malang Jawa Timur untuk segera dihentikan. Saat ini lahan pertanian di Kota Malang terus menyusut dan tinggal 1.300 hektare.

Ketua DPN Repdem Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada mengatakan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di Kota Malang sudah sangat memprihatinkan.

“Setiap tahun luasnya terus menyempit. Penyempitan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan ini menunjukkan jika pemerintah kurang memiliki kepedulian terhadap persoalan pangan,” kata Sidik Suhada di Malang, Minggu (3/3/2013).

Penyempitan lahan pertanian tersebut akan berdampak pada penurunan produksi bahan pangan dari petani. Berdasarkan data yang dihimpun DPN Repdem pada Dinas Pertanian Kota Malang, saat ini lahan pertanian di Kota Malang tinggal 1.300 hektare.

Padahal pada 2007 luas lahan pertanian di Kota Malang masih sebesar 1.550 hektare atau terus menyusut menjadi 1.400 hektare pada 2009, dan 2012 tinggal 1.300 hektare.

“Peralihan lahan pertanian menjadi non pertanian ini menunjukkan jika Pemkot Malang tidak dapat melaksanakan amanat UU No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,” jelas dia.

Selain itu maraknya konversi lahan pertanian di Kota Malang juga menunjukan ketidakjelasan tata guna tanah atau tata ruang yang ada. Dimana tanah untuk keperluan perumahan, kawasan industri, dan tanah untuk keperluan lahan pertanian yang harus dijaga serta dilindungi, tidak ada yang jelas.

Seharusnya fungsi lahan dapat ditata dan diatur secara rapi dan jelas. Sehingga lahan pertanian dapat dilindungi dengan baik. Dalam upaya untuk menjaga lahan pertanian berkelanjutan, pemkot wajib memberikan akses reform seperti bantuan modal untuk petani, bantuan bibit, membangun infrastruktur pertanian, serta penyediaan teknologi tepat guna untuk petani.

“Tujuan dari semua itu adalah untuk membangkitkan gairah pertanian dan usaha-usaha para petani. Sehingga tanah benar-benar bisa diolah sebagai sumber kehidupan yang dapat menjanjikan masa depan bagi petani,” ujarnya.

Pemkot Malang juga diminta untuk tidak mudah memberikan izin pada pengusaha yang `lapar tanah` dan dapat mengancam keberadaan lahan pertanian. Sehingga konversi lahan pertanian bisa segera dihentikan demi kelangsungan kehidupan umat manusia yang selalu membutuhkan pangan.

Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur (Walhi Jatim) Simpul Malang mencatat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir hutan kota yang ada di Kota Malang sudah banyak yang beralih fungsi.

Koordinator Walhi Jatim Simpul Malang Purnawan Dwikora Negara mengatakan ahli fungsi hutan kota yang paling tampak nyata adalah Akademi Penyuluh Pertanian (APP) Malang yang menjadi kawasan perumahan elit dan lapangan olahraga yang menjadi mal.

“Bahkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Malang menyusut dan diperkirakan tersisa tinggal 1,8% dari luas Kota Malang 110,6 km,” tambah dia.

Seharusnya sesuai Undang-Undang (UU) No. 26/2007 tentang tata ruang menyebutkan luas areal ruang terbuka setidaknya 30% dari total luas wilayah yakni meliputi 20% ruang publik dan 10% untuk ruang privat. (gia).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar