MALANG-Dewan
Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-Repdem) mendesak agar alih
fungsi lahan pertanian di Kota Malang Jawa Timur untuk segera dihentikan. Saat
ini lahan pertanian di Kota Malang terus menyusut dan tinggal 1.300 hektare.
Ketua DPN Repdem Bidang Penggalangan Tani
Sidik Suhada mengatakan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di
Kota Malang sudah sangat memprihatinkan.
“Setiap tahun luasnya terus menyempit.
Penyempitan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan ini menunjukkan jika
pemerintah kurang memiliki kepedulian terhadap persoalan pangan,” kata Sidik
Suhada di Malang, Minggu (3/3/2013).
Penyempitan lahan pertanian tersebut akan
berdampak pada penurunan produksi bahan pangan dari petani. Berdasarkan data
yang dihimpun DPN Repdem pada Dinas Pertanian Kota Malang, saat ini lahan
pertanian di Kota Malang tinggal 1.300 hektare.
Padahal pada 2007 luas lahan pertanian di
Kota Malang masih sebesar 1.550 hektare atau terus menyusut menjadi 1.400
hektare pada 2009, dan 2012 tinggal 1.300 hektare.
“Peralihan lahan pertanian menjadi non
pertanian ini menunjukkan jika Pemkot Malang tidak dapat melaksanakan amanat UU
No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,” jelas
dia.
Selain itu maraknya konversi lahan
pertanian di Kota Malang juga menunjukan ketidakjelasan tata guna tanah atau
tata ruang yang ada. Dimana tanah untuk keperluan perumahan, kawasan industri,
dan tanah untuk keperluan lahan pertanian yang harus dijaga serta dilindungi,
tidak ada yang jelas.
Seharusnya fungsi lahan dapat ditata dan
diatur secara rapi dan jelas. Sehingga lahan pertanian dapat dilindungi dengan
baik. Dalam upaya untuk menjaga lahan pertanian berkelanjutan, pemkot wajib
memberikan akses reform seperti bantuan modal untuk petani, bantuan bibit,
membangun infrastruktur pertanian, serta penyediaan teknologi tepat guna untuk
petani.
“Tujuan dari semua itu adalah untuk
membangkitkan gairah pertanian dan usaha-usaha para petani. Sehingga tanah
benar-benar bisa diolah sebagai sumber kehidupan yang dapat menjanjikan masa
depan bagi petani,” ujarnya.
Pemkot Malang juga diminta untuk tidak
mudah memberikan izin pada pengusaha yang `lapar tanah` dan dapat mengancam
keberadaan lahan pertanian. Sehingga konversi lahan pertanian bisa segera
dihentikan demi kelangsungan kehidupan umat manusia yang selalu membutuhkan
pangan.
Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup Jawa
Timur (Walhi Jatim) Simpul Malang mencatat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
hutan kota yang ada di Kota Malang sudah banyak yang beralih fungsi.
Koordinator Walhi Jatim Simpul Malang
Purnawan Dwikora Negara mengatakan ahli fungsi hutan kota yang paling tampak
nyata adalah Akademi Penyuluh Pertanian (APP) Malang yang menjadi kawasan
perumahan elit dan lapangan olahraga yang menjadi mal.
“Bahkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Malang
menyusut dan diperkirakan tersisa tinggal 1,8% dari luas Kota Malang 110,6 km,”
tambah dia.
Seharusnya sesuai Undang-Undang (UU) No.
26/2007 tentang tata ruang menyebutkan luas areal ruang terbuka setidaknya 30%
dari total luas wilayah yakni meliputi 20% ruang publik dan 10% untuk ruang privat.
(gia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar