Kamis, 04 Agustus 2011

Maraknya Konflik Agraria Hambat Investasi, Stabilitas Ekonomi, dan Politik Nasional

kabar-toraja.com - Tidak hanya menghambat investasi. Masih maraknya konflik tanah dan konflik agraria juga bisa mengganggu ketahanan nasional serta stabilitas ekonomi-politik nasional. Demikian disampaikan Staf Deputi Riset dan Kampanye KPA, Sidik Suhada, saat dihubungi kabar-toraja.com Jumat, (01/07/11).

Karena itu, pemerintah seharusnya dapat bekerja cepat dalam menangani setiap ada persoalan konflik agraria. “Selama ini, pemerintah bukan hanya lamban dalam merespon konflik. Namun, pemerintah tidak pernah dapat menyelesaikan konflik agraria yang ada di seluruh wilayah Indonesia ,” katanya.

Bedasarkan data KPA, selama tahun 2010 sedikitnya ada 106 konflik agraria yang melibatkan ribuan kepala keluarga (KK) petani penggarap dengan jumlah lahan ribuan hektar, dan hingga kini tidak ada satupun yang dapat diselesaikan oleh pemerintah. Januari-Juli 2011, KPA mencatat sudah ada 11 petani tewas, 59 orang petani luka-luka akibat konflik agraria.

Padahal, lanjut Sidik Suhada, penyelesaian konflik agraria ini sangat penting bukan hanya bagi petani atau pihak-pihak yang selama ini dijadikan korban dalam konflik agraria. Namun, penyelesaian konflik ini juga penting dalam kerangka untuk membangun stabilitas ekonomi nasional. ”Jika petani sejahtera, stabilitas ekonomi dan politik nasional bangsa pun dapat dibangun dengan baik,” kata mantan aktivis buruh dari Malang, Jawa Timur ini.

Namun, kata Sidik, penyelesaian konflik agraria itu harus bersifat menyeluruh dan jangka panjang. Ada kerangka umum penyelesaian konflik yang menghargai hak-hak petani dan para korban dari konflik agraria tersebut. Sehingga konflik agraria tidak semata-mata disesesaikan secara hukum semata. Melainkan, ditempatkan dalam kerangka untuk menyelesaikan sumber ketidakadilan yang selama ini dirasakan kaum mayoritas.

”Dalam kerangka untuk menyelesaikan konflik agraria tersebut, saya kira perlu ada lembaga penyelesaian konflik yang bersifat khusus. Karena, penyelesaian konflik agraria yang selama ini diserahkan ke BPN, terbutki tidak bisa berjalan efektif,” ungkapnya.

Selain faktor kewenangan BPN dan tidak adanya ide kreaktif dari internal BPN dalam membuat trobosan-trobosan dalam menangai konflik agraria, adanya tumpang-tindih regulasi hukum juga semakin menambah daftar panjang penyelesaian konflik.

Apalagi, kata Sidik, dalam konflik agraria selalu memiliki dimensi sosial yang sangat luas dan melibatkan banyak sektor kemerterian serta berbagai lembaga negara lainnya. Seperti, Menteri kehutanan, pertambangan, pertanian, dan lain-lain. Sehingga sering terjadi silang kepentingan antara pemaku lembaga tersebut.

Karena itulah, lembaga penyelesaian konflik agraria yang bersifat khusus semacam lembaga pengadilan Ad hoc sangat penting. Dalam lembaga terdiri dari organisasi-organisasi para korban konflik agraria, para pihak yang turut bersengketa, dan para mediator yang adil dan memahami persoalan agraria secara menyeluruh. Sehingga dapat menyelesaikan persoalan secara adil dalam kerangka untuk melaksanakan reforma agraria sebagaimana amanat UUPA No.5 tahun 1960.

Namun, lanjut Sidik, ”Tanpa ada keinginan yang kuat dari pemerintah untuk melaksanakan reforma agraria sejati, konfik-konflik tanah dan konflik agraria masih akan tetap terjadi,” tandasnya.

KTC01/KBC- M. Jokay

Sumber:

http://kabar-toraja.com/politik/humum/973-maraknya-konflik-agraria-hambat-investasi-stabilitas-ekonomi-dan-politik-nasional-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar