Oleh: MOHAMMAD
SOFII - 31 January 2013
BATU — Maraknya konversi lahan yang terjadi di Kota Batu, Jawa
Timur, disinyalir menjadi penyebab banjir menyusul banyaknya kawasan hutan yang
berubah menjadi perumahan elit, vila, maupun hotel.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi
(DPN-Repdem) Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada mengatakan selain persoalan
drainase, penyebab kantor Pemkot Batu kebanjiran juga akibat dari maraknya
konversi lahan.
“Banyak kawasan hutan yang seharusnya dijaga dan dilindungi
berubah menjadi perumahan, vila, dan hotel. Akibatnya meski hujan deras
berlangsung sebentar membawa banjir yang sampai masuk ke halaman Pemkot Batu,”
kata Sidik Suhada, Kamis (31/1/2013).
Diakui adanya pembangunan perumahan, vila, dan hotel di Kota
Batu menunjukkan kesuksesan besar Batu sebagai kota pariwisata. Namun
kesuksesan tersebut tidak boleh merusak alam yang dapat merugikan warga.
Karena itu Repdem meminta kepada pemkot agar dalam membangun
Kota Batu hendaknya tetap memperhatikan tata guna tanah. Mengingat tata guna
tanah ini penting untuk menjaga alam dan kelestarian lingkungan yang
berkelanjutan.
“Tanpa memperhatikan masalah tata guna tanah yang sebenarnya
yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.5/1960 pembangunan yang
sejatinya dihajatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat justru bisa
menjadi sebaliknya,” jelas dia.
Menurutnya, tidak hanya bencana banjir, sumber-sumber mata air
bersih juga terancam hilang. Dampaknya warga juga terancam mengalami krisis air
bersih. Hal itu ditandai dengan protes warga yang menolak pembangunan hotel.
Sepeti yang dilakukan warga Kecamatan Bumiaji yang menolak
pembangunan Hotel The Rayja karena dekat dengan sumber air Gemulo.
Agar konflik antara warga dengan pengembang tidak berubah
menjadi konflik sosial yang dapat merugikan banyak pihak, maka Pemkot Batu
harus merespons secara cepat, tepat, dan bijak.
“Dalam hal ini pemkot harus bisa melihatnya bukan karena
persoalan hilangnya mata air namun juga kemungkinan adanya faktor lain seperti
persoalan pembebasan tanah atau lainnya,” ujarnya.
Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur (Walhi Jatim),
Purnawan D. Negara, mengatakan alih fungsi lahan pertanian maupun ruang terbuka
hijau (RTH) di Kota Batu dalam kurun waktu lima tahun terakhir menunjukkan
peningkatan.
“Hal itu ditandai dengan beralihnya lahan pertanian dan RTH
menjadi hotel, tempat wisata, dan perekonomian modern,” jelasnya.
Alih fungsi lahan tersebut akan berdampak terhadap lingkungan
seperti ancaman bencana banjir dan tanah longsor. Walhi sendiri melihat Kota
Batu berada diambang kerusakan ekologis yang kritis akibat perusakan dan
penjarahan ekologi.
Apalagi selama ini kebijakan Pemkot Batu cenderung mengarah ke
echo destructive dan echo blunder diantaranya mengizinkan berdirinya hotel dan
wisata di kawasan perlindungan. (snd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar