![]() |
ilustrasi, foto: http://www.bisnis-jatim.com |
MALANG-Konsorsium Pembaruan Agraria
(KPA) menduga terdapat 5.570,5 hektare lahan yang tersebar di 14 kecamatan di
Kabupaten Malang mengalami konflik sengketa lahan.
Ke
14 kecamatan tersebut adalah Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo, Gedangan, Pagak,
Bantur, Sumberpucung, Kalipare, Wonosari, Ngajum, Donomulyo, Pujon, Ngantang,
Kasembon, dan Kecamatan Singosari.
Staf
Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sidik Suhada
mengatakan sengketa lahan tersebut antara lain melibatkan warga dengan TNI baik
itu Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU), Angkatan Laut (AL), PTPN, serta
Perhutani.
“Konflik
agraria antara warga dengan institusi militer, PTPN, dan Perhutani tidak perlu
terjadi jika semua pihak benar-benar mematuhi Undang-Undang (UU),” kata Sidik
di Malang, Senin (26/11).
Dimana
ujar dia tertuang dalam UU No.34/2004 tentang TNI secara jelas dan terang
melarang TNI menjalankan praktek bisnis. Dalam UU itu juga disebutkan bahwa
semua aset bisnis TNI sebelumnya harus diserahkan pada negara.
Titik
terjadinya konflik tersebut rinciannya lima diantaranya berada di
Kecamatan Pagak dan Bantur luasnya mencapai 4.811 hektare, di wilayah Kecamatan
Sumberpucung seluas 97,5 hektare, serta di Desa Harjokuncaran dan Desa Ringin
Kembar Kecamatan Sumbermanjing Wetan sebanyak 662 hektare.
“Maraknya
konflik agraria di Kabupaten Malang menjadi bukti nyata jika pembaruan
agraria adalah sebuah keharusan yang dilakukan sebagai kebijakan pemerintah.
Tanpa ada kebijakan pembaruan agraria konflik agraria akan terus terjadi,”
jelasnya.
Salah
satu tujuan dari pembaruan agraria tersebut kata dia untuk menata struktur
kepemilikan dan penguasaan tanah agar tidak terjadi ketimpangan serta
menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial sebagaimana yang diamanatkan pada
sila kelima Pancasila, UUD 1945, dan UUPA No. 5/1960.
Pembaruan
agraria juga sudah menjadi amanat TAP MPR No. IX/2001 tentang Reforma
Agraria. Namun sejauh ini yang tercantum dalam UU dan amanat TAP MPR
tersebut lanjutnya belum dijalankan dengan baik.
“Sehingga
konflik agraria terus saja terjadi dan hal itu sering menyebabkan kedua belah
pihak menjadi korban saat terjadi bentrok khususnya pada warga yang mempertahankan
lahan yang disengketakan,” jelasnya.
Dan
maraknya konflik agraria antara warga dengan pihak institusi militer dinilai
KPA cukup mengkhawatirkan karena tidak jarang disertai pelanggaran terhadap Hak
Asasi Manusia (HAM). (sms)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar