Selasa, 04 Desember 2012

SENGKETA LAHAN: Di Malang Capai 5.570,5 Hektare

ilustrasi, foto: http://www.bisnis-jatim.com

MALANG-Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menduga terdapat 5.570,5 hektare lahan yang tersebar di 14 kecamatan di Kabupaten Malang mengalami konflik sengketa lahan.

Ke 14 kecamatan tersebut adalah Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo, Gedangan, Pagak, Bantur, Sumberpucung, Kalipare, Wonosari, Ngajum, Donomulyo, Pujon, Ngantang, Kasembon, dan Kecamatan Singosari.

Staf Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sidik Suhada mengatakan sengketa lahan tersebut antara lain melibatkan warga dengan TNI baik itu Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU), Angkatan Laut (AL), PTPN, serta Perhutani.

“Konflik agraria antara warga dengan institusi militer, PTPN, dan Perhutani tidak perlu terjadi jika semua pihak benar-benar mematuhi Undang-Undang (UU),” kata Sidik di Malang, Senin (26/11).

Dimana ujar dia tertuang dalam UU No.34/2004 tentang TNI secara jelas dan terang melarang TNI menjalankan praktek bisnis. Dalam UU itu juga disebutkan bahwa semua aset bisnis TNI sebelumnya harus diserahkan pada negara.

Titik terjadinya konflik tersebut rinciannya lima diantaranya berada di  Kecamatan Pagak dan Bantur luasnya mencapai 4.811 hektare, di wilayah Kecamatan Sumberpucung seluas 97,5 hektare, serta di Desa Harjokuncaran dan Desa Ringin Kembar Kecamatan Sumbermanjing Wetan sebanyak 662 hektare.

“Maraknya konflik agraria di Kabupaten Malang menjadi bukti nyata jika  pembaruan agraria adalah sebuah keharusan yang dilakukan sebagai kebijakan pemerintah. Tanpa ada kebijakan pembaruan agraria konflik agraria akan terus terjadi,” jelasnya.

Salah satu tujuan dari pembaruan agraria tersebut kata dia untuk menata struktur kepemilikan dan penguasaan tanah agar tidak terjadi ketimpangan serta menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial sebagaimana yang diamanatkan pada sila kelima Pancasila, UUD 1945, dan UUPA No. 5/1960.

Pembaruan agraria juga sudah menjadi amanat TAP MPR No. IX/2001 tentang Reforma Agraria.  Namun sejauh ini yang tercantum dalam UU dan amanat TAP MPR tersebut lanjutnya belum dijalankan dengan baik.

“Sehingga konflik agraria terus saja terjadi dan hal itu sering menyebabkan kedua belah pihak menjadi korban saat terjadi bentrok khususnya pada warga yang mempertahankan lahan yang disengketakan,” jelasnya.

Dan maraknya konflik agraria antara warga dengan pihak institusi militer dinilai KPA cukup mengkhawatirkan karena tidak jarang disertai pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). (sms)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar