![]() |
ilustrasi foto, sindonews.com |
Blitar
- Staf Deputi Riset dan Kajian Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Sidik
Suhada, menyebutkan terdapat 30 titik konflik agraria di Kabupaten Blitar, Jawa
Timur, dan sampai saat ini masih belum tuntas.
"Konflik
itu terjadi antara petani dengan beragam lembaga atau instittus, ada yang
dengan perhutani, perkebunan, bahkan sampai dengan TNI," katanya di
Blitar, Minggu.
Sidik
yang ditemui dalam acara diskusi dengan tema kebijakan reforma agraria untuk
keadilan dan kesejahteraan petani di Dusun Babatan, Desa Ngadipuro, Kecamatan
Wonotirto, Kabupaten Blitar, itu menyebutkan konflik itu rata-rata menyebar di
daerah pinggiran.
Dari
30 konflik yang terdata itu, antara petani dengan pihak perkebunan ada 12 titik
(11 titik dengan perkebunan swasta, satu titik dg PTPN XII).
Selain
itu, ada enam titik konflik agraria yang terjadi dengan TNI (TNI AD ada lima
titik dan TNI AU ada satu titik). Enam titik konflik agraria antara petani
dengan TNI ini terjadi di Kecamatan Wonotirto, Garum, dan Ponggok.
Sidik
juga menyebut, konflik agraria juga terjadi antara warga dengan pemerintah
daerah. Terdapat satu titik konflik yang terjadi di Kecamatan Wonotirto.
"Untuk luas lahan yang konflik juga cukup luas, lebih dari 6.000 hektare. Rincinya, konflik warga dengan TNI ada sekitar 2.000 hektare, perkebunan ada sekitar 3.000 hektare, kehutanan sekitar 2000 hektare, dan dengan pemda ada sekitar 100 hektare," ungkap Sidik.
Pihaknya juga menyebutkan, adanya konflik itu sudah sangat mengkhawatirkan. Terlebih lagi, reformasi agraria (pembaruan agraria) yg selama ini dijanjikan oleh presiden, juga belum ada realisasinya.
"Untuk luas lahan yang konflik juga cukup luas, lebih dari 6.000 hektare. Rincinya, konflik warga dengan TNI ada sekitar 2.000 hektare, perkebunan ada sekitar 3.000 hektare, kehutanan sekitar 2000 hektare, dan dengan pemda ada sekitar 100 hektare," ungkap Sidik.
Pihaknya juga menyebutkan, adanya konflik itu sudah sangat mengkhawatirkan. Terlebih lagi, reformasi agraria (pembaruan agraria) yg selama ini dijanjikan oleh presiden, juga belum ada realisasinya.
Padahal,
pembaruan agraria itu bukan hanya menjadi amanat Undang-Undang, yaitu UUPA
Nomor 5 Tahun 1960. Bahkan, pembaruan agraria itu juga sudah menjadi amanat TAP
MPR IX/2001 yg mengamanatkan pada Presiden utk menjalankan reforma agraria.
Jumlah
warga yang terlibat konflik juga cukup banyak mencapai lebih dari 10.000 Kepala
Keluarga (KK) yang mayoritas petani. Mereka selama ini masih buta hukum,
sehingga belum tahu apa yang harus mereka perbuat. Padahal, harusnya pemerintah
membantu mereka, untuk mendapatkan hak-haknya.
"Maraknya
konflik agraria di Kabupaten Blitar ini menunjukan bukti nyata tidak adanya
keseriusan pemerintah dlm menyelesaikan konflik agraria," tegasnya.
Sidik
juga mengatakan, acara diskusi ini memang sengaja dilakukan dengan melibatkan
langsung masyarakat luas. Terdapat juga sejumlah pakar yang hadir dalam acara
itu.
Tujuannya,
agar masyarakat lebih mengerti tentang berbagai aturan serta mereka bisa
menjadi lebih paham tentang masalah agraria. Dengan itu, masyarakat menjadi
lebih pintar dan mereka bisa melakukan untuk hak-hak yang belum mereka
dapatkan. (*)
info sejenis juga dapat dibuka
di:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar