Selasa, 04 Desember 2012

KPA : 30 Titik Konflik Agraria di Blitar

ilustrasi foto, sindonews.com

Blitar - Staf Deputi Riset dan Kajian Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Sidik Suhada, menyebutkan terdapat 30 titik konflik agraria di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, dan sampai saat ini masih belum tuntas.

"Konflik itu terjadi antara petani dengan beragam lembaga atau instittus, ada yang dengan perhutani, perkebunan, bahkan sampai dengan TNI," katanya di Blitar, Minggu.

Sidik yang ditemui dalam acara diskusi dengan tema kebijakan reforma agraria untuk keadilan dan kesejahteraan petani di Dusun Babatan, Desa Ngadipuro, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, itu menyebutkan konflik itu rata-rata menyebar di daerah pinggiran.

Dari 30 konflik yang terdata itu, antara petani dengan pihak perkebunan ada 12 titik (11 titik dengan perkebunan swasta, satu titik dg PTPN XII).

Selain itu, ada enam titik konflik agraria yang terjadi dengan TNI (TNI AD ada lima titik dan TNI AU ada satu titik). Enam titik konflik agraria antara petani dengan TNI ini terjadi di Kecamatan Wonotirto, Garum, dan Ponggok.

Sidik juga menyebut, konflik agraria juga terjadi antara warga dengan pemerintah daerah. Terdapat satu titik konflik yang terjadi di Kecamatan Wonotirto.

"Untuk luas lahan yang konflik juga cukup luas, lebih dari 6.000 hektare. Rincinya, konflik warga dengan TNI ada sekitar 2.000 hektare, perkebunan ada sekitar 3.000 hektare, kehutanan sekitar 2000 hektare, dan dengan pemda ada sekitar 100 hektare," ungkap Sidik.


Pihaknya juga menyebutkan, adanya konflik itu sudah sangat mengkhawatirkan. Terlebih lagi, reformasi agraria (pembaruan agraria) yg selama ini dijanjikan oleh presiden, juga belum ada realisasinya. 

Padahal, pembaruan agraria itu bukan hanya menjadi amanat Undang-Undang, yaitu UUPA Nomor 5 Tahun 1960. Bahkan, pembaruan agraria itu juga sudah menjadi amanat TAP MPR IX/2001 yg mengamanatkan pada Presiden utk menjalankan reforma agraria.

Jumlah warga yang terlibat konflik juga cukup banyak mencapai lebih dari 10.000 Kepala Keluarga (KK) yang mayoritas petani. Mereka selama ini masih buta hukum, sehingga belum tahu apa yang harus mereka perbuat. Padahal, harusnya pemerintah membantu mereka, untuk mendapatkan hak-haknya.

"Maraknya konflik agraria di Kabupaten Blitar ini menunjukan bukti nyata tidak adanya keseriusan pemerintah dlm menyelesaikan konflik agraria," tegasnya.

Sidik juga mengatakan, acara diskusi ini memang sengaja dilakukan dengan melibatkan langsung masyarakat luas. Terdapat juga sejumlah pakar yang hadir dalam acara itu. 

Tujuannya, agar masyarakat lebih mengerti tentang berbagai aturan serta mereka bisa menjadi lebih paham tentang masalah agraria. Dengan itu, masyarakat menjadi lebih pintar dan mereka bisa melakukan untuk hak-hak yang belum mereka dapatkan. (*)

info sejenis juga dapat dibuka di:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar