Jurnas.com | SEDIKITNYA ada 78 kasus
konflik agraria di Jawa Tengah yang saat ini belum diselesaikan. Maraknya
konflik agraria ini akibat pemerintah tidak melaksanakan Reforma Agraria atau
Pembaruan Agraria.
Staf Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan
Agraria (KPA) dan Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi
(DPN Repdem) Bidang Penggalangan Tani, Sidik Suhada melalui siaran persnya,
Selasa (11/12), mengatakan konflik agraria terbanyak terjadi di sektor
perkebunan (swasta maupun PTPN) adalah 37 kasus. Konflik agraria antara petani
penggarap dengan pihak perkebunan ini tersebar di 37 desa di wilayah Cilacap,
Pati, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, dan Pekalongan.
Sebanyak 26 kasus konflik agraria antara warga dengan
perhutani ini tersebar di 26 desa yang berada di wilayah Cilacap, Banyumas,
Kebumen, Wonosobo, Blora, Temanggung, Kendal, dan Batang. Sementara konflik
agraria yang melibatkan institusi militer, sedikitnya tercatat sebanyak 9 kasus
dan konflik agraria di sektor pertambangan ada 6 kasus.
Secara nasional konflik agraria di tahun 2012 ini juga
sangat tinggi. Berdasarkan catatan Konsersium Pembaruan (KPA) sedikitnya ada
173 konflik agraria baru yang terjadi mulai bulan Januari sampai Oktober 2012.
Dari 173 konflik yang ada di seluruh Indonesia itu, sedikitnya 3 orang petani
tewas akibat ditembak peluru aparat keamanan, 25 orang luka tembak, 131 orang
petani ditahan dan dikriminalisasi, serta 44 orang petani luka-luka akhibat dianiaya.
Total luas lahan yang dipersengketakan oleh rakyat vs perusahaan
(negara/swasta) 866.676 Ha yang melibatkan 112.854 kepala keluarga.
Maraknya konflik agraria yang sepanjang tahun terjadi
membuktikan bahwa reforma agraria yang selama ini dijanjikan pemerintah, tidak
terbukti di lapangan. Bahkan berbagai kebijakan pemerintah justru kerap kali
bertentangan dengan semangat pelaksanaan reforma agraria yg sudah diamanatkan
dalam TAP MPR No. 9 tahun 2001 tentang pengelolaan sumber daya alam dan pelaksanaan
reforma agraria.
Selain itu, kebijakan-kebijakan pemerintah juga kerap
kali bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria atau yang dikenal dengan
UUPA No. 5 tahun 1960, misalnya, UU No. 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah
untuk pembangunan, yang jelas-jelas bertentangan dengan semangat reforma
agraria. Begitu juga keberadaan UU Penanaman Modal, UU Perhutani, dan lain-lain
yang semua bertolak belakang dengan semangat pembaruan agraria yang diamanatkan
dalam TAP MPR Nomor 9 tahun 2001 dan UUPA.
Bahkan UUPA, sebagai produk hukum terbaik untuk
mengakhiri ketimpangan hak atas penguasaan dan pengolahan sumber-sumber
agraria, tidak pernah dijalankan. Akhibatnya, konflik agraria di negeri ini
terus meningkat.
Dalam kerangka untuk mencari format penyelesaian
konflik agraria, serikat-serikat tani se-Jawa Tengah anggota KPA, akan
mengadakan diskusi terbuka dengan tema “Mencari Formulasi Pelaksanaan Reforma
Agraria dan Penyelesaian Konflik Agraria di Jawa Tengah bersama Ganjar Pranowo
(calon Gubernur Jawa Tengah periode 2013-2018). Diskusi ini dilaksanakan hari
Rabu, 12 Desember 2012 di Sekertariat SPP Qt (Serikat Paguyuban Petani Qaryah
Thayyibah), Jalan Japar Sodik Nomor 25, Kelurahan Kali Bening, Kecamatan
Tingkir, Salatiga.
Menurut Sidik, acara ini sekaligus untuk menguji
komitmen calon Gubernur Jawa Tengah terhadap persoalan-persoalan kaum tani,
khususnya untuk menyelesaikan konflik agraria dan pelaksanaan reforma agraria
di Jawa Tengah.
Sumber: http://www.jurnas.com/news/78040
Tidak ada komentar:
Posting Komentar