Sabtu, 15 Desember 2012

78 Kasus Konflik Agraria Belum Terselesaikan


Jurnas.com SEDIKITNYA ada 78 kasus konflik agraria di Jawa Tengah yang saat ini belum diselesaikan. Maraknya konflik agraria ini akibat pemerintah tidak melaksanakan Reforma Agraria atau Pembaruan Agraria.

Staf Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN Repdem) Bidang Penggalangan Tani, Sidik Suhada melalui siaran persnya, Selasa (11/12), mengatakan konflik agraria terbanyak terjadi di sektor perkebunan (swasta maupun PTPN) adalah 37 kasus. Konflik agraria antara petani penggarap dengan pihak perkebunan ini tersebar di 37 desa di wilayah Cilacap, Pati, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, dan Pekalongan.

Sebanyak 26 kasus konflik agraria antara warga dengan perhutani ini tersebar di 26 desa yang berada di wilayah Cilacap, Banyumas, Kebumen, Wonosobo, Blora, Temanggung, Kendal, dan Batang. Sementara konflik agraria yang melibatkan institusi militer, sedikitnya tercatat sebanyak 9 kasus dan konflik agraria di sektor pertambangan ada 6 kasus.

Secara nasional konflik agraria di tahun 2012 ini juga sangat tinggi. Berdasarkan catatan Konsersium Pembaruan (KPA) sedikitnya ada 173 konflik agraria baru yang terjadi mulai bulan Januari sampai Oktober 2012. Dari 173 konflik yang ada di seluruh Indonesia itu, sedikitnya 3 orang petani tewas akibat ditembak peluru aparat keamanan, 25 orang luka tembak, 131 orang petani ditahan dan dikriminalisasi, serta 44 orang petani luka-luka akhibat dianiaya. Total luas lahan yang dipersengketakan oleh rakyat vs perusahaan (negara/swasta) 866.676 Ha yang melibatkan 112.854 kepala keluarga.

Maraknya konflik agraria yang sepanjang tahun terjadi membuktikan bahwa reforma agraria yang selama ini dijanjikan pemerintah, tidak terbukti di lapangan. Bahkan berbagai kebijakan pemerintah justru kerap kali bertentangan dengan semangat pelaksanaan reforma agraria yg sudah diamanatkan dalam TAP MPR No. 9 tahun 2001 tentang pengelolaan sumber daya alam dan pelaksanaan reforma agraria.

Selain itu, kebijakan-kebijakan pemerintah juga kerap kali bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria atau yang dikenal dengan UUPA No. 5 tahun 1960, misalnya, UU No. 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk pembangunan, yang jelas-jelas bertentangan dengan semangat reforma agraria. Begitu juga keberadaan UU Penanaman Modal, UU Perhutani, dan lain-lain yang semua bertolak belakang dengan semangat pembaruan agraria yang diamanatkan dalam TAP MPR Nomor 9 tahun 2001 dan UUPA.

Bahkan UUPA, sebagai produk hukum terbaik untuk mengakhiri ketimpangan hak atas penguasaan dan pengolahan sumber-sumber agraria, tidak pernah dijalankan. Akhibatnya, konflik agraria di negeri ini terus meningkat.

Dalam kerangka untuk mencari format penyelesaian konflik agraria, serikat-serikat tani se-Jawa Tengah anggota KPA, akan mengadakan diskusi terbuka dengan tema “Mencari Formulasi Pelaksanaan Reforma Agraria dan Penyelesaian Konflik Agraria di Jawa Tengah bersama Ganjar Pranowo (calon Gubernur Jawa Tengah periode 2013-2018). Diskusi ini dilaksanakan hari Rabu, 12 Desember 2012 di Sekertariat SPP Qt (Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah), Jalan Japar Sodik Nomor 25, Kelurahan Kali Bening, Kecamatan Tingkir, Salatiga.

Menurut Sidik, acara ini sekaligus untuk menguji komitmen calon Gubernur Jawa Tengah terhadap persoalan-persoalan kaum tani, khususnya untuk menyelesaikan konflik agraria dan pelaksanaan reforma agraria di Jawa Tengah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar