Kamis, 10 Januari 2013

Pengesahan RPP Tembakau Akan Pojokkan Petani


MALANG — Pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau menjadi PP No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Adiktif  berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dinilai akan membuat posisi petani akan kian terpojok.

Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang juga Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN Repdem) Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada mengatakan keberadaan peraturan tersebut jelas akan menghalangi petani tembakau untuk berproduksi melalui diversifikasi.

“Sementara sisi lain dari PP [Peraturan Pemerintah] tersebut sama sekali tidak membatasi impor yang saat ini telah menghancurkan harga tembakau nasional,” kata Sidik kepada Bisnis, Rabu (9/1).

Menurutnya, saat ini impor tembakau sudah mencapai 100.000 ton atau meningkat 10%  dari tahun sebelumnya. Sementara total produksi tembakau nasional sebesar 180.000 ton.

Dia menjelaskan melalui Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) seluruh produk tembakau bea masuknya 0%  sejak Juli 2012 lalu. Artinya pemerintah lebih peduli dengan pemodal asing dibandingkan dengan rakyatnya sendiri.

“Sebagian besar tembakau impor digunakan perusahaan raksasa tembakau asing yang saat ini mendominasi pasar Indonesia,” imbuhnya.

Namun, di sisi lain, sambungnya, petani dihalang-halangi menanam tembakau dengan berbagai Peraturan Pemerintah (Permen) termasuk Peraturan Daerah (Perda) yang marak dibuat dalam era Otonomi Daerah (Otoda) dan mengarah pada pembatasan maupun pengalihan tanaman tembakau ke tanaman lain.

“Dengan alasan hipokrit jika tembakau membahayakan kesehatan,” ungkapnya.

Disahkannya RPP tembakau tersebut, tuturnya, mengindikasikan jika pemerintah tidak berpihak pada kepentingan ekonomi nasional petani, tetapi lebih melindungi kepentingan asing.

Padahal, tambahnya, sebagai negara agraris, soko guru pembangunan nasional harus bersandar pada petani. Pemerintah seharusnya membangun kedaulatan ekonomi nasional untuk kesejahteraan bangsa yang bersandar pada corak produksi ekonomi pertanian rakyat dan bukan sebaliknya, rakyat dijauhkan dari proses produksi ekonomi yang mandiri.

“Dan kebijakan pemerintah mengesahkan RPP tersebut semakin menguatkan jika pemerintah tidak berpihak dan melindungi nasib petani pribumi,” jelasnya. (snd)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar