SURABAYA – Ketua Dewan
Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-Repdem) Bidang Penggalangan
Tani, Sidik Suhada mengatakan, Presiden SBY pernah berjanji akan melaksanaan
reforma agraria (pembaruan agraria) pada saat kampanye pilpres lalu. Namun, hingga
sekarang janji itu tidak pernah terwujud, bahkan konflik agraria terus
meningkat tajam. “Sejak tahun 2004-2012, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
mencatat sedikitnya ada 618 konflik agraria yang pernah terjadi Indonesia dan
hingga hari ini belum ada satupun yang terselesaikan,” ungkap Sidik, kemarin
(02/01).
Dari konflik itu, kata Sidik, sedikitnya ada 731.342 KK petani
penggarap yang kehilangan tanahnya. Total luas lahan sepanjang 2004-2012
mencapai lebih dari 2.399.314,49 hektar. Selama tahun 2012, lanjut Sidik,
sebanyak 90 kasus terjadi di sektor perkebunan, 60 kasus di sektor pembangunan
infrastruktur, 21 kasus di sektor pertambangan, 20 kasus di sektor kehutanan, 5
kasus di sektor pertanian, dan 2 kasus di sektor kelautan dan wilayah pesisir.
Selain itu, total luas areal tanah yang dikonflikkan di tahun 2012 ini lebih
dari 963.411,2 hektar dan melibatkan lebih dari 141.915 kepala keluarga (KK)
petani.
Tingginya konflik agraria di tahun ini, sebut Sidik, menunjukkan
dengan jelas dan nyata bahwa pemerintahan SBY bukan hanya tidak melaksanakan
janjinya. Namun, juga tidak punya komitmen menyelesaikan konflik agraria.
“Apalagi melaksanakan pembaruan agraria sebagaimana yang dijanjikan dalam
kampanyenya dulu,” ujarnya.
Terakhir, lanjut Sidik, Presiden berjanji akan segera
menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Reforma Agraria, namun hanya
menjadi angin lalu. “Itu sebenarnya membuktikan jika presiden tidak punya
komitmen politik yang kuat untuk melaksanakan pembaruan agraria,” urai Sidik.
Kalangan gerakan sosial telah mengekspresikan keprihatinan
kondisi agraria dan nasib petani melalui peringatan Hari Tani Nasional 2012
lalu. “Di Jakarta, waktu itu berkumpul tak kurang dari 15.000 petani yang
tergabung dalam Sekretariat bersama pemulihan hak-hak Rakyat Indonesia (Sekber
PHRI), kesemuanya mendesak dilaksanakannya Reforma Agraria,” tegas Sidik.
Akan tetapi, lanjut Sidik, hingga akhir tahun 2012 belum ada
jawaban dan langkah-langkah strategis terhadap keinginan ribuan petani
tersebut. “Ini sedikit memberikan gambaran suram 2013 tentang pelaksanaan
reforma agraria, dan rentannya konflik agraria di beberapa daerah,” pungkas
Sidik.(ven/abe)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar