Rabu, 17 April 2013

Rencana Kenaikan Harga BBM: Rekayasa Birokrasi Rente dan Mafia Perdagangan


KETUA Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-Repdem) Bidang Penggalangan Tani, Sidik Suhada menegaskan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sama sekali tidak ada kaitannya dengan subsidi. Tapi 100% disebabkan gagalnya pemerintah menasionalisasi sumber minyak dan penguasaan teknologi perminyakan

"Juga kegagalan pemerintah dalam membersihakan praktik-praktik mafia perdangan yang sudah berkolaborasi dengan para birokrasi rente," tandas Sidik Suhada, dalam rilis berita yang dikirim ke Infokom PDI Perjuangan Jawa Timur, semalam.

Sidik menyebut, rencana menaikkan harga BBM itu akan berdampak negatif bagi rakyat. Tak terkecuali bagi kaum tani di pedesaan, yang jika harga BBM naik, kehidupannya akan semakin menderita. 

Sebab, kata dia, kenaikan harga BBM secara otomatis membawa dampak pada kenaikan harga kebutuhan produksi pertanian seperti pupuk, bibit, dan obat-obatan pertanian. Namun hasil produksi pertanian akan jatuh karena pemerintah selama ini tidak memiliki kebijakan melindungi produksi pertanian petani dalam negeri. 

"Seperti kebijakan impor bahan pangan dan hortikultura yang selama ini dilakukan pemerintah, telah menghancurkan harga-harha hasil produksi pertanian lokal," sebutnya. 

Selain itu, tambahnya, kenaikan harga BBM secara otomatis juga akan membawa dampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang akhirnya membuat masyarakat menjadi semakin menderita. 

Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, lanjut Sidik, ini menunjukkan pemerintah telah gagal melindungi hak-hak masyarakat. Pemerintah mengatakan bahwa kenaikan harga BBM itu sebagai akhibat akan dicabutnya subsidi BBM. Alasan pembenar pemerintah, subsidi mengakibatkan pembengkakan APBN. 

Namun, disisi lain, pemerintah tidak pernah transparan dan secara jujur terbuka memaparkan berapa sesungguhnya total biaya produksi per liter BBM. Jika pemerintah jujur dan terbuka, imbuh Sidik, rakyat akan tahu apa benar ada subsidi BBM atau tidak. 

"Sebab, layak diduga kuat, sebenarnya selama ini tidak ada subsisi BBM yang diberikan pemerintah untuk rakyat. Buktinya, harga BBM selama ini sudah sangat tinggi," ujarnya.

Dia mengutip pernyataan mantan menteri di era Presiden Megawati Soekarnoputri, Kwik Kian Gie pernah memaparkan bahwa biaya produksi BBM jenis premium tidak lebih dari Rp 500,-/liter. Jika pemaparan Kwik Kian Gie itu benar, terang Sidik, maka dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya subsidi BBM selama ini tidak ada. Karena harga premium saja sudah Rp.4.500/liter. Padahal biaya produksi hanya Rp.500/liter. 

Pemaparan Kwik Kian Gie itu, ucap Sidik, juga semakin membenarkan bahwa pemerintah Presiden SBY selama ini hanya ingin mengeruk untung besar dari rakyatnya sendiri. Rakyat yang seharusnya dilindungi hak-haknya sebagai warga negara, oleh pemerintah SBY hanya dijadikan pasar untuk mengeruk keuntungan. "Inilah rezim birokasi rente yang hanya berpikir mengeruk keuntungan tanpa memperhatikan derita rakyat," tegasnya. 

Paparan Kwik Kian Gie yang diperkuat data dan fakta menunjukkan bahwa di negara lain seperti Venezuela harga BBM hanya dijual Rp 585/liter, Nigeria BBM dijual Rp 1.170/liter. Iran BBM dijual Rp 1.287/liter. Saudi Arabia BBM dijual Rp 1.404/liter. Mesir BBM dijual Rp 2.300/liter. Sementara di Indonesia, BBM jenis Premium sudah dijual Rp 4.500/liter. "Padahal katanya selama ini BBM disubsidi," kata Sidik. 

Dia lantas memaparkan penyebab BBM di Indonesia sangat mahal, meski sebagai negara penghasil minyak. 

Pertama, 70% sumber migas di Indonesia dikuasai oleh negara asing, seperti, Total, Conoco, Chevron, Exxonmobil, Total dan British Petrolium. 

Kedua, Indonesia tidak mengelola pemurnian minyak, tetapi menjual minyak mentah dan membeli kembali minyak jadi dengan harga jauh lebih mahal. 

Ketiga, tidak adanya pemisahan yang jelas dan tegas antara kepentingan bisnis dan pejabat pemerintah. Banyak pejabat yang ada dalam birokrasi pemerintah merangkap menjadi pengusaha. Bahkan tak sedikit jumlahnya pejabat merangkap profesinya sebagai makelar. Sehingga seringkali, kebijakan yang dibuat hanya melayani kepentingan bisnis dan usahanya. Bukan untuk melayani kepentingan rakyat. 

Keempat, praktik-praktik birokrasi rente ini jugalah yang melahirkan banyaknya praktik korupsi. Sehingga dana-dana subsidi yang seharusnya diberikan pada rakyat, banyak yang dikorup. Akhirnya rakyat yang dikorbankan. 

Kelima, kolaborasi birokasi rente dan mafia perdanganan minyak, kerap kali merekayasa dan memainkan harga BBM untuk memperbesar keuntungan para mafia yang berkolaborasi dengan birokrasi rente itu. (pri) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar