MALANG-Melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dikhawatirkan mengancam
terjadinya krisis pangan di dalam negeri akibat kelangkaan bahan pangan,
menyusul melambungnya harga yang dipicu tingginya biaya impor.
Sidik
Suhada, Ketua Gerakan Nasional Desa Sejahtera yang juga Ketua Dewan Pimpinan
Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi Bidang Penggalangan Tani mengatakan
dengan melemahnya nilai tukar rupiah maka akan berdampak pada tingginya harga
pangan impor.
“Krisis
pangan bisa saja terjadi. Bahan pangan langka menyebabkan harga melambung,”
kata Sidik Suhada, Selasa (27/8/2013).
Dia
menuturkan per April 2013 impor pangan Indonesia sudah mencapai US$ 2,23
miliar. APBN bisa jebol karena defisit perdagangan di sektor pertanian
sudah sangat tinggi.
Saat
ini defisit untuk bahan pangan, hortikultura, dan peternakan sudah menembus
minus US$6,541 miliar atau setara dengan minus 11,415 juta ton yang
masing-masing minus sebesar 9,395 juta ton pangan dan peternakan 699.900
ton.
“Selain
itu melambungnya harga kedelai sebagai dampak dari melemahnya rupiah juga
membuktikan jika pemerintah gagal dalam mengelola pertanian di dalam negeri,”
jelas dia.
Selama
ini pemerintah juga banyak bergantung pada kedelai impor. Sehingga ketika rupiah
anjlok harga kedelai pun melambung tinggi. Hal ini merupakan bentuk
kegagalan pemerintah dalam mengelola pertanian yang ada di Indonesia.
Tidak
hanya soal kedelai, anjloknya nilai rupiah terhadap dolar juga akan membawa
dampak buruk kepada persoalan harga pangan lainnya. Karena pemerintah salah
kelola akhirnya menjadikan Indonesia ketergantungan pada bahan pangan impor.
“Solusinya
pemerintah harus segera meninggalkan ketergantungan pada bahan pangan impor
sebagai solusi mengatasi ketahanan pangan nasional,” ujarnya.
Pemerintah
kata dia harus segera merubah haluan dari membangun ketahanan pangan menjadi
kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan ini hanya bisa dicapai dengan cara kembali
kepada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 tahun 1960.
Hanya
dengan cara menjalankan reforma agraria atau pembaruan agraria sebagaimana
amanat UUPA No. 5 tahun 1960 itulah kedaulatan pangan nasional akan dapat
tercapai.
“Kesejahteraan
petani akan tercipta dan pemerataan pembangunan pun terwujud hingga ke pelosok
desa,” tambah dia.
US
Soybean Export Council Chris Cheong mengatakan ketergantungan Indonesia
terhadap impor kedelai dari Amerika relatif tinggi. Sehingga jika nilai kurs
dolar Amerika terhadap rupiah tinggi akan berpengaruh terhadap biaya impor.
“Apalagi
kebutuhan kedelai impor tersebut tidak hanya untuk memenuhi industri tempe dan
tahu melainkan juga untuk pakan ternak sapi perah. Sehingga dengan harga
kedelai yang mencapai Rp8.500-Rp9.000 per kg akan memukul sektor usaha
tersebut,” urai Chris. (wd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar