Minggu, 25 Desember 2011

Jatim Peringkat Pertama Kasus Tanah

Jumat, 23 Desember 2011 | 22:54 WIB

BLITAR | SURYA Online - Jawa Timur menduduki tingkat pertama, untuk konflik tanah yang terjadi selama tahun 2011. Di Indonesia, selama tahun 2011 telah terjadi 160 kasus tanah. Sebanyak 36 kasus diantaranya, terjadi di Jawa Timur.

“Di Jatim ini kasus yang terjadi dengan perkebunan. Kalau masalah yang lain seperti pertambangan, infrastruktur, itu lebih banyak di luar Jatim,” kata Staf Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sidik Suhada saat berkunjung di Blitar, Jumat (23/12/2011).

Sidik mengatakan, fenomena konflik tanah ini dari tahun ke tahun semakin meningkat. Jumlah yang ada saat ini 160 kasus, lebih banyak daripada 2010 yang hanya 106 kasus. Di Jatim ini menduduki peringkat pertama, menyusul Sumatera Utara dengan 25 kasus lalu Sulawesi Tenggara dengan 15 kasus.

Menurut dia, fenomena ini harusnya menjadi perhatian tersendiri. Konflik itu muncul karena adanya ketimpangan penguasaan antara pemilik lahan dengan petani, hingga melahirkan kemiskinan.

Data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), 56 persen wilayah di Indonesia itu ternyata dimiliki hanya 0,2 persen warga Indonesia. Padahal, jumlah warga, terutama petani lebih banyak daripada mereka yang mempunyai uang. Selain itu, 7,1 hektare lahan ternyata ditelantarkan oleh perusahaan.

“Ini yang kemudian muncul adanya ketimpangan. Selama ini, tidak ada kebijakan politik secara serius sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,” katanya menegaskan.

Pihaknya memberikan apresiasi kepada para petani di Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, yang saat ini sudah mendapatkan haknya, mengelola lahan perkebunan sesuai dengan program redistribusi tanah. Konflik tanah antara PT Perkebunan Cengkeh Branggah Banaran dengan masyarakat desa sudah cukup lama, 1998-2001. Luas lahan 539,70 hektare itu diminta warga untuk dikelola.

Ia mengatakan, masyarakat saat ini sudah mendapatkan haknya, dengan menggarap lahan. Rata-rata mereka menerima antara 1-1,5 hektare lahan yang ditanami berbagai macam tanaman. Misalnya, untuk daerah di jurang, warga menanam bambu dengan kualitas ekspor, sementara di lahan yang lebih atas ditanami sayur mayur.

Pihaknya juga terus melakukan pendampingan untuk memproses penataan hasil pertanian. Dengan itu, para petani bisa menjadi lebih sejahtera. “Kami terus dampingi mereka,” kata Sidik yang menjadi dosen di salah satu universitas swasta di Kota Malang ini.

Sumber: http://www.surya.co.id/2011/12/23/jatim-peringkat-pertama-kasus-tanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar