Selasa, 19 November 2013

Ratusan Ribu Petani Jatim "Hilang" Setiap Bulan



Sindonews.com - Jumlah Rumah Tangga berbasis sumber ekonomi agraris (petani) di Jawa Timur terus mengalami penyusutan.

Dalam 10 tahun terakhir, ada sebanyak 1.320.000 rumah tangga petani di Jatim yang hilang, atau rata-rata 132.000 dalam setiap bulanya.

Lahan sempit yang tidak lagi menguntungkan menjadi alasan utama bagi petani memilih jalan hidup sebagai kaum urban (kota) yang bergantung pada sektor perburuhan.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN REPDEM) Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada Rasionalitas penyusutan angka tersebut terjelaskan dari penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur.

Bahwa tercatat dari 6,3 juta rumah tangga petani pada tahun 2003 berkurang menjadi 4,98 juta pada Mei 2013.

"Sementara hidup di kota juga tidak menjanjikan mengingat harga buruh juga murah, "ujarnya kepada SINDO, Selasa (19/11/2013).

Secara nasional, masih data BPS jumlah rumah tangga petani yang berkurang selama 10 tahun terakhir sebanyak 5,04 juta.

Sebab pada tahun 2003, keluarga petani  masih  31,17 juta. Namun berkurang menjadi 26,13 juta pada tahun 2013.

Artinya,  terjadi pengurangan rata-rata 500.000 keluarga petani setiap tahunnya. Fenomena sosial ini, lanjut Sidik, membawa dampak langsung pada fluktuasi angka pengangguran di Jawa Timur.

Hal itu mengingat pertanian merupakan sektor paling besar menyerap tenaga kerja  dibanding sektor lain.
Sesuai BPS, sektor pertanian menerima sebanyak 7,378 juta jiwa petani baru. Ini penyerapan tenaga kerja tertinggi.

Kemudian  sektor perdagangan sebanyak 4,007 juta orang, sektor industri pengolahan 2,851 juta orang dan sektor jasa kemasyarakatan  2,631 juta orang.

"Namun angka pengangguran justru meningkat dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan ini terkait erat dengan hilangnya rumah tangga petani, "jelas Sidik.

Pada tahun 2013 sebanyak 871.000 orang dikelompokkan ke dalam  pengangguran terbuka atau 4,33 persen dari total angkatan kerja yang berjumlah 19,90 juta jiwa. 

Jumlah ini lebih besar dibandingkan data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Propinsi Jawa Timur tahun 2012 yang menyebut angka pengangguran terbuka sebanyak 813.000 orang atau sekitar 4,12 persen dari total angkatan kerja.

Sementara jumlah angkatan kerja untuk tahun 2013 ini  bertambah  240.000 atau sebanyak 20.140.000 orang per Agustus 2013 dari 19.900.000 per Agustus 2012.

Menurut Sidik, tingginya penyerapan tenaga kerja dari sektor agraris, menunjukkan pertanian mampu menjadi solusi riil menekan angka pengangguran.

Namun dengan adanya fakta penyusutan rumah tangga petani, memperlihatkan pemerintah tidak memiliki kebijakan yang memihak kaum agraris. Pemerintah justru terkesan melakukan pembiaran terjadinya penyusutan jumlah rumah tangga petani.

"Dampaknya tidak hanya pengangguran tapi juga krisis pangan," tegas Sidik. 

Solusi satu satunya, pemerintah harus segera melakukan pembaruan agraria sebagaimana amanat UUPA No.5 Tahun 1960 dan amanat TAP MPR No IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

"Termasuk juga di dalamnya mengembalikan tanah rakyat kepada rakyat. Terutama yang terjadi di daerah sengketa yang menghadapkan petani dengan pemilik modal atau alat negara," pungkasnya.

Hal senada disampaikan Juru Bicara Paguyuban Petani Aryo Blitar (PPAB) Farhan Mahfudzi, banyaknya petani yang dikalahkan dalam sengketa lahan membuat mereka berbondong-bondong meninggalkan tanah garapan.

"Sementara bagi petani, tanah tidak hanya sekedar kapital, tapi juga sumber kehidupan yang memiliki ikatan emosional,  historis dan budaya yang erat, "ujarnya. (lns)


Angka Pengangguran Terbuka di Jatim 871.000 Orang




bisnis-jatim.com, MALANG—Jumlah angka pengangguran terbuka di Jawa Timur pada 2013 meningkat cukup tajam jika dibandingkan dengan 2012. Untuk itu pemerintah perlu menekan angka pengangguran dengan menjalankan reforma agraria.

Sidik Suhada, Ketua Gerakan Nasional Desa Sejahtera, mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim), angka pengangguran 2013 tercatat sedikitnya 871.000 orang menjadi pengangguran terbuka atau 4,33% dari total angkatan kerja yang berjumlah 19,90 juta jiwa.

“Sementara data yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Provinsi Jatim pada 2012, angka pengangguran terbuka tercatat sebanyak 813.000 orang atau sekitar 4,12%  dari total angkatan kerja,” kata Sidik di Malang, Jumat (15/11/2013).

Sedangkan jumlah angkatan kerja pada 2013  juga terus bertambah sebanyak 240.000 atau sebanyak 20.140.000 orang per Agustus 2013 dari 19.900.000 orang per Agustus 2012.

Sesuai dengan data BPS, jika dilihat dari lapangan pekerjaan ada empat sektor yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar yakni pertanian (7,378 juta), perdagangan (4,007 juta), industri pengolahan (2,851 juta) dan sektor jasa kemasyarakatan (2,631 juta).

“Sektor pertanian yang mampu menyerap tenaga kerja tertinggi. Namun dalam 10 tahun terakir rumah tangga petani di Jatim justru menurun drastis,” jelas dia.

Pada 2003 sedikitnya terdapat 6,3 juta rumah tangga petani. Sementara pada Mei 2013 rumah tangga petani di Jatim hanya tinggal 4,98 juta rumah tangga petani.

Dengan demikian selama 10 tahun terakhir rumah tangga petani hilang sebanyak 1.320.000 atau setiap hari berkurang sebanyak 132.000 rumah tangga petani.

“Berkurangnya rumah tangga petani di Jatim ini tentu sangat memprihatinkan. Hal itu menunjukkan jika pemerintah tidak punya kebijakan untuk melindungi petani,” ujarnya.

Dampaknya bukan hanya angka pengangguran yang meningkat, namun krisis pangan juga akan mengancam. Untuk menjawab persoalan pangan tidak seharusnya Indonesia mengimpor bahan pangan.

Karena itu pemerintah perlu segera melaksanakan pembaruan agrarian agar persoalan krisis pangan dan ancaman ledakan pengangguran dapat teratasi dengan baik.

“Jika reforma agraria dijalankan, gairah hidup petani akan bangkit kembali. Ekonomi bisa tumbuh hingga ke desa-desa dan industri pertanian kolektif yang dikelola oleh petani dapat tercipta,” tambahnya.