Sindonews.com
- Jumlah Rumah Tangga berbasis
sumber ekonomi agraris (petani) di Jawa Timur terus mengalami penyusutan.
Dalam
10 tahun terakhir, ada sebanyak 1.320.000 rumah tangga petani di Jatim yang
hilang, atau rata-rata 132.000 dalam setiap bulanya.
Lahan
sempit yang tidak lagi menguntungkan menjadi alasan utama bagi petani memilih
jalan hidup sebagai kaum urban (kota) yang bergantung pada sektor perburuhan.
Menurut
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN REPDEM) Bidang
Penggalangan Tani Sidik Suhada Rasionalitas penyusutan angka tersebut
terjelaskan dari penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur.
Bahwa
tercatat dari 6,3 juta rumah tangga petani pada tahun 2003 berkurang menjadi
4,98 juta pada Mei 2013.
"Sementara
hidup di kota juga tidak menjanjikan mengingat harga buruh juga murah,
"ujarnya kepada SINDO, Selasa (19/11/2013).
Secara
nasional, masih data BPS jumlah rumah tangga petani yang berkurang selama 10
tahun terakhir sebanyak 5,04 juta.
Sebab
pada tahun 2003, keluarga petani masih 31,17 juta. Namun berkurang
menjadi 26,13 juta pada tahun 2013.
Artinya,
terjadi pengurangan rata-rata 500.000 keluarga petani setiap tahunnya. Fenomena
sosial ini, lanjut Sidik, membawa dampak langsung pada fluktuasi angka pengangguran
di Jawa Timur.
Hal
itu mengingat pertanian merupakan sektor paling besar menyerap tenaga
kerja dibanding sektor lain.
Sesuai
BPS, sektor pertanian menerima sebanyak 7,378 juta jiwa petani baru. Ini
penyerapan tenaga kerja tertinggi.
Kemudian
sektor perdagangan sebanyak 4,007 juta orang, sektor industri pengolahan 2,851
juta orang dan sektor jasa kemasyarakatan 2,631 juta orang.
"Namun
angka pengangguran justru meningkat dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan ini
terkait erat dengan hilangnya rumah tangga petani, "jelas Sidik.
Pada
tahun 2013 sebanyak 871.000 orang dikelompokkan ke dalam pengangguran
terbuka atau 4,33 persen dari total angkatan kerja yang berjumlah 19,90 juta
jiwa.
Jumlah
ini lebih besar dibandingkan data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan
Kependudukan Propinsi Jawa Timur tahun 2012 yang menyebut angka pengangguran
terbuka sebanyak 813.000 orang atau sekitar 4,12 persen dari total angkatan
kerja.
Sementara
jumlah angkatan kerja untuk tahun 2013 ini bertambah 240.000 atau
sebanyak 20.140.000 orang per Agustus 2013 dari 19.900.000 per Agustus 2012.
Menurut
Sidik, tingginya penyerapan tenaga kerja dari sektor agraris, menunjukkan
pertanian mampu menjadi solusi riil menekan angka pengangguran.
Namun
dengan adanya fakta penyusutan rumah tangga petani, memperlihatkan pemerintah
tidak memiliki kebijakan yang memihak kaum agraris. Pemerintah justru terkesan
melakukan pembiaran terjadinya penyusutan jumlah rumah tangga petani.
"Dampaknya
tidak hanya pengangguran tapi juga krisis pangan," tegas Sidik.
Solusi
satu satunya, pemerintah harus segera melakukan pembaruan agraria sebagaimana
amanat UUPA No.5 Tahun 1960 dan amanat TAP MPR No IX/2001 tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
"Termasuk
juga di dalamnya mengembalikan tanah rakyat kepada rakyat. Terutama yang
terjadi di daerah sengketa yang menghadapkan petani dengan pemilik modal atau
alat negara," pungkasnya.
Hal
senada disampaikan Juru Bicara Paguyuban Petani Aryo Blitar (PPAB) Farhan
Mahfudzi, banyaknya petani yang dikalahkan dalam sengketa lahan membuat mereka
berbondong-bondong meninggalkan tanah garapan.
"Sementara
bagi petani, tanah tidak hanya sekedar kapital, tapi juga sumber kehidupan yang
memiliki ikatan emosional, historis dan budaya yang erat, "ujarnya. (lns)
Sumber: http://daerah.sindonews.com/read/2013/11/19/23/807727/ratusan-ribu-petani-jatim-hilang-setiap-bulan