Lonjakan Harga Kedelai Bukti Kegagalan Pemerintah Kelola Pertanian
LENSAINDONESIA.COM: Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan
Perjuangan Demokrasi (DPN-REPDEM) Bidang Penggalangan Tani menilai, melonjaknya
harga kedelai di pasaran murni sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam
mengelola pertanian di Indonesia.
“Akibat kegagalan itu, sebagai negara agraris yang memiliki
tanah subur dan sumber daya manusia (SDM) melimpah di pedesaan, Indonesia
menjadi negara yang sangat bergantung pada bahan pangan impor,” kata Sidik
kepada LICOM, Minggu (01/09/2013).
Menurut Sidik, kegagalan dalam mengelola pertanian itu kian
bertambah seiring melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. “Tingginya
harga kedelai itu dampak dari melemahnya rupiah terhadap dolar. Karena selama
ini pemerintah tergantung pada kedelai impor. Sehingga ketika rupiah anjlok,
harga kedelai pun melambung tinggi,” bebernya.
Sidik menambahkan, dengan melemahnya nilai tukar rupiah
bisa jadi tragedi krisis pangan di Indonesia akan terjadi. Bahan pangan langka,
harga melambung. Karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan
mendorong tingginya biaya impor, sehingga berdampak pada tingginya harga pangan
impor.
“Jika Indonesia ingin segera keluar dari bencana krisis
pangan ini dan tidak tergantung pada bahan pangan impor, solusinya, pemerintah
harus segera meninggalkan ketergantungan pada bahan pangan impor sebagai solusi
mengatasi ketahanan pangan nasional. Pemerintah harus segera mengubah haluan
dari membangun ketahanan pangan menjadi kedaulatan pangan,” ungkap Sidik.
Sementara itu, kedaulatan pangan ini hanya bisa dicapai
dengan cara kembali pada UU Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960. “Hanya denga cara
menjalankan reformasi agraria atau pembaruan agraria sebagaimana amanat UUPA
itulah, kedaulatan pangan nasional akan dapat dicapai. Kesejahteraan petani
tercipta, pemerataan pembangunan pun terwujud hingga pelosok-pelosok desa,”
paparnya.
Namun, solusi ini nampaknya tidak akan pernah diambil oleh
pemerintah sekarang. Karena, watak dari pemerintahan yang ada saat ini
bermental calo atau makelar. Sehingga, pemerintah lebih suka impor bahan pangan
daripada harus membangun kedaulatan pangan secara mandiri. “Karena, dengan
tetap melakukan impor, para calo dan maklar ini akan tetap bisa mendapatkan fee
tanpa harus bekerja keras,” tegasnya.
Karena itu, jika Indonesia ingin keluar dari krisis pangan
dan keluar dari ketergantungan impor pangan, selain harus menjalankan pembaruan
agraria, birokrasi pemerintah juga harus segera dibersihkan dari watak calo dan
maklear. Birokrasi pemerintah harus bersih dari para pemburu rente yang hanya
mengutamakan keuntungan tanpa mengedepankan kepentingan nasional dan
kepentingan bangsa.@aguslensa