Pemilihan Gubernur Jawa Timur akan digelar 29 Agustus 2013, kurang enam
bulan lagi. Suhu politik pun sudah memanas.
Sejumlah tokoh sudah tebar pengaruh,
bersaing agar dapat mengambil hati serta simpati rakyat. Sejumlah janji dan
jargon politik dilontarkan ke publik. Tujuannya satu, membangun citra dan
mengambil simpati rakyat. Namun, dari sekian banyak janji para calon gubernur
dan wakil gubernur yang ada, tidak ada satu pun yang menyinggung persoalan
konflik agraria dan pembaruan agraria. Padahal konflik agraria di Jawa Timur
sangat tinggi. Bahkan selama dua tahun berturut-turut, provinsi Jawa Timur
selalu menduduki peringkat pertama secara nasional dalam kasus konflik agraria.
Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dari 163 konflik agraria
yang terjadi sepanjang tahun 2011, sebanyak 36 kasus terjadi di Jawa Timur.
Jumlah itu menjadikan provinsi yang memiliki luas wilayah 47.157,72 km2 ini
berada diurutan pertama dalam kasus konflik agraria. Kedua ditempati oleh
provinsi Sumatera Utara 25 kasus, Sulawesi Tenggara 15 kasus, Jawa Tengah 12
kasus, Jambi 11 kasus, Riau 10 kasus, Sumatera Selatan 9 kasus, dan sisanya
tersebar di wilayah lain. Secara kuantitas, konflik agraria yang terjadi di
Jawa Timur pada tahun 2012 memang mengalami penurunan.
Namun, provinsi ini masih tetap berada diurutan pertama dalam kasus konflik
agraria sepanjang tahun 2012. Dari 198 konflik agraria yang terjadi diseluruh
wilayah Indonesia, 24 kasus di Jawa Timur. Disusul Sumatera Utara 21 kasus, DKI
Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan masingmasing sebanyak 13 kasus.
Sisanya tersebar di provinsi lain di Indonesia.
Konflik agraria yang ada di Jawa Timur ini tersebar di 259 desa, 136 kecamatan,
dan 31 Kabupaten/Kota . Konflik ini melibatkan berbagai instansi pemerintah
seperti, kehutanan, perkebunan (baik perkebunan swasta maupun perkebunan milik
pemerintah), institusi militer, pertambangan, dan berbagai instansi pemerintah
lainnya.
Akar Masalah
Jika ditelusuri secara mendalam. Akar masalah utama dari banyaknya konflik
agraria itu adalah akibat tidak adanya reforma agraria atau pembaruan agraria.
Sehingga melahirkan ketimpangan dan kesenjangan atas penguasaan serta
pengelolaan tanah. Ada banyak orang yang tidak memiliki tanah, sementara di
sisi lain, ada sedikit orang yang menguasai tanah begitu luas.
Paling tidak ketimpangan itu dapat dilihat dari data Badan Pertanahan Nasional
(BPN) yang menyebutkan bahwa, saat ini ada sekitar 56% tanah yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia, ternyata hanya dikuasai oleh 0,2% orang saja. Sampai
sekarang, sebanyak 4,8 juta hektare tanah yang rata-rata dikuasi pihak
perkebunan swasta dan pengusaha dibiarkan terlantar. Tidak dikelola dan
dimanfaatkan sebagaimana peruntukannya. Padahal ada sekitar 85 % petani di
Indonesia adalah petani gurem dan petani tak bertanah.
Secara nasional, Jawa Timur memiliki jumlah rumah tangga petani terbanyak yakni
4,1 juta atau sebesar 19,33% dari total rumah tangga petani di Indonesia.
Sebanyak 3,4 juta petani di Jawa Timur adalah petani miskin. Sebagai akibat
dari ketimpangan kepemilikan, penguasaan, pemanfaatan, dan pengelolaan tanah,
kesenjangan sosial dan angka kemiskinan pun menjadi sangat tinggi. Berdasarkan
data BPS, September 2012, angka kemiskinan di Jawa Timur
mencapai4,961jutaatausekitar13,08% dari jumlahpendudukyangadadi provinsi ini.
Prosentase terbesar angka kemiskinan itu masih berada di daerah pedesaan.
Terkait persoalan tersebut yakni, konflik agraria, ketimpangan penguasaan dan
pengelolaan tanah serta tingginya angka kemiskinan, calon gubernur provinsi
hendaknya punya pemahaman secara utuh soal agraria. Memiliki visi untuk
menyelesaikan konflik agraria dan memiliki keberpihakan pada kaum tani yang ada
di pedesaan.
Dengan memiliki pemahaman yang utuh soal konflik agraria, diharapkan kelak
tidak ada lagi anggapan ada pimpinan daerah yang menganggap bahwa persoalan
penyelesaian konflik agraria itu hanya kewenangan dari pemerintah pusat. Sebab,
kerap kali konflik agraria justru lahir sebagai akibat dari kebijakan-kebijakan
pemerintah daerah.
Penyelesaian Konflik
Kerap kali, penyelesaian konflik agraria yang ada selama ini masih dilakukan
dengan cara-cara primitif. Mengedepankan aparat keamanan untuk berhadap-
hadapan dengan petani. Akibatnya, kekerasan dan bentrok antara petani dan
aparat keamanan terjadi. Contohnya, konflik agraria antara masyarakat Desa
Harjokuncaran, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang dengan Puskopad
TNI-AD yang hingga kini belum terselesaikan.
Padahal sudah banyak warga yang hilang dan diduga Akibat konflik agraria
tersebut. Agar kekerasan dalam konflik agraria tidak terus terulang, pemerintah
harus segera membuat langkah-langkah strategis. Pertama, menghentikan keterlibatan aparat keamanan dalam setiap
sengketa dan konflik agraria. Dalih pengamanan objek strategis negara tidak
boleh lagi jadi alasan untuk menembaki rakyatnya sendiri. Apalagi selama ini,
aparat keamanan (TNI atau Polri) masih suka menafsikan sendiri tentang apa yang
dianggap sebagai objek strategis negara.
Kedua, pemerintah daerah harus berani
segera mengevaluasi luasan tanah yang telah dikuasakan kepada badan usaha milik
swasta atau pemerintah. Baik itu yang berupa izin Hak Guna Usaha (HGU)
Perkebunan, izin pertambangan, ataupun izin usaha pengelolaan hutan. Karena,
tak sedikit jumlahnya konflik agraria juga terjadi disektor kehutanan. Sebab,
fakta menunjukan. Secara umum konflik agraria itu karena disebabkan oleh izin
lokasi dan izin prinsip yang diberikan di atas tanah-tanah yang dimiliki atau
dikelola oleh masyarakat.
Dalam proses ganti kerugian (kompensasi) yang diberikan pihak perusahaan
pemegang izin lokasi atau izin prinsip, kerap kali penuh manipulasi. Baik
manipulasi terkait nilai tanah, penerima ganti rugi maupun ukuran tanah. Ketiga, umumnya konflik agraria yang
selama ini terjadi bersifat struktural. Sehingga penyelesaiannya tidak cukup
dengan jalan pengadilan. Apalagi hanya ditangani oleh lembaga pencatat
administrasi seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Karena itu, pemerintah harus segera membuat trobosan baru dengan cara membuat
lembaga yang bersifat khusus untuk menyelesaikan konflik agraria. Keempat, semua kebijakan yang akan
dibuat, hendaknya harus mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5
tahun 1960. Sebab, maraknya konflik agraria itu sebagai akibat tidak
dijalankannya UUPA. Sebagai sebuah produk hukum, semangat UUPA adalah untuk
mengakhiri praktik-praktik monopoli penguasaan tanah yang dapat melahirkan
ketimpangan. Kelima, segala kebijakan
pemerintah hendaknya memperhatikan masalah tata guna tanah.
Tata guna tanah ini meliputi (1) di mana dan berapa luas areal kawasan hutan
yang harus dilestarikan, (2) di mana dan berapa luas area perkebunan dan
pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, (3) serta di mana dan berapa luasan
area tambang, dan (4) dimana dan berapa luas lahan untuk perumahan atau
pemukiman. Penetapan tata guna tanah ini, tidak hanya penting sebagai basis
utama pembangunan berkelanjutan ke depan. Namun, juga penting untuk menghindari
gesekan dan sengketa tanah yang selama ini marak terjadi.
Selain menyelesaikan konflik agraria lama yang ditimbulkan sebagai akibat dari
kebijakan pemerintah sebelumnya, diharapkan calon gubernur terpilih kelak,
hendaknya melibatkan peran aktif organisasi-organisasi tani dalam setiap
membuat kebijakan yang sekiranya dapat melahirkan konflik agraria. Tanpa itu,
dipastikan konflik agraria akan semakin meluas. Tidak mudah memang untuk
mengatasi semua persoalan tersebut. Namun, itulah tantangan calon gubernur Jawa
Timur jika ingin meraih hati dan simpati kaum tani yang mayoritas ada di
pedesaan.
Tanpa punya visi dan misi untuk menyelesaikan konflik agraria jangan harap
dapat meraih simpati dari kaum tani yang sudah terorganisir. Karena, berbicara
membangun desa, membangun kesejahteraan masyarakat desa tanpa menyelesaikan
konflik agraria dan melaksanakan pembaruan agraria tentu layak disebut omong kosong.
SIDIK SUHADA
Penulis adalah Ketua Dewan Pimpinan
Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPNREPDEM) Bidang Penggalangan Tani, dan
Pegiat Gerakan Reforma Agraria.
sumber: http://www.koran-sindo.com/node/297683